Sekilas Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Untuk mengetahui Peraturan
Perundang-undangan, kita mengacu pada Undang-undang ( UU ) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU
tersebut dijelaskan dalam ketentuan umum
bahwa :
“Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup
tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.”
Sedangkan Peraturan
Perundang-undangan :
“… adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan”
Di bulan Juli tahun ini, pemerintah
mengeluarkan sebuah peraturan perundang-undangan yang disebut Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang g (atau disingkat Perpu atau Perppu) yang
dalam UU Nomor 12Tahun 2011 adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun
2011 menjabarkan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Penyusunan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang dijelaskan pada Pasal 52 UU Nomor 12 Tahun 2011, bahwa
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam
persidangan yang berikut. Pengajuan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang dilakukan dalam bentuk pengajuan
Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
DPR hanya memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang. Dalam hal Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang- Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat
paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang tersebut ditetapkan
menjadi UndangUndang.
Dalam hal Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang- Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus
dinyatakan tidak berlaku.
Dalam hal Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang- Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku, DPR
atau Presiden mengajukan Rancangan UndangUndang tentang Pencabutan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut mengatur segala akibat
hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan
menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang dalam rapat paripurna yang sama
penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang diatur dengan Peraturan Presiden. Perpres
terkait hal tersebut diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Dan Rancangan Peraturan
Presiden.
Perpres Nomor 68 Tahun 2005
menjelaskan tata cara penyusunan Rancangan Perpu,
- Presiden menugaskan penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang kepada menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya meliputi materi yang akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, menteri tersebut berkoordinasi dengan Menteri dan
menteri/pimpinan lembaga terkait.
- Setelah Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden, menteri tersebut menyusun
Rancangan Undang-Undang mengenai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
menjadi Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
- Rancangan Undang-Undang yang
telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
dilakukan pembahasan.
- Menteri Sekretaris Negara
menyiapkan surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat guna
menyampaikan Rancangan Undang-Undang disertai dengan Keterangan Pemerintah
mengenai Rancangan Undang-Undang dimaksud
- Surat Presiden tersebut paling
sedikit memuat :
a. menteri yang ditugasi untuk
mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan
Rakyat;
b. sifat penyelesaiaan Rancangan
Undang-Undang yang dikehendaki; dan
c. cara penanganan atau pembahasannya.
- Keterangan Pemerintah disiapkan
oleh Pemrakarsa, yang paling sedikit memuat :
a. urgensi dan tujuan penyusunanya;
b. sasaran yang ingin diwujudkan;
c. pokok pikiran, lingkup, atau
objek yang akan diatur; dan
d. jangkauan serta arah pengaturan; yang
menggambarkan keseluruhan substansi Rancangan Undang-Undang.
- Surat Presiden tersebut
ditembuskan kepada Wakil Presiden, para menteri koordinator, menteri yang
ditugasi untuk mewakili Presiden/pemrakarsa, dan Menteri.
- Dalam rangka pembahasan Rancangan
Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Pemrakarsa memperbanyak Rancangan
Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
- Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
di Dewan Perwakilan Rakyat, menteri yang ditugasi wajib melaporkan perkembangan
dan permasalahan yang dihadapi kepada Presiden untuk memperoleh keputusan dan
arahan.
- Apabila dalam pembahasan terdapat
masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta
arah Rancangan Undang-Undang, menteri yang ditugasi mewakili Presiden wajib
terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden disertai dengan saran
pemecahannya untuk memperoleh keputusan.
- Pendapat akhir Pemerintah dalam
pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan oleh
menteri yang ditugasi ,setelah terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden.
- Menteri yang ditugasi segera melaporkan Rancangan Undang-Undang yang telah
mendapat atau tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Presiden.
- Dalam hal Rancangan Undang-Undang
tidak mendapat persetujuan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat,
Rancangan Undang-Undang tersebut tidak dapat diajukan kembali dalam masa sidang
yang sama.
Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu
tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu
tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut.
Keluarnya Perpu Nomor 2 Tahun 2017
tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat
menjadi kontroversi terkait frasa “kegentingan yang memaksa”.
Tafsir
'kegentingan yang memaksa' sebagai
syarat dapat ditetapkannya Perppu dapat merujuk kepada Putusan MK Nomor
138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya telah membuat penafsiran yang mengikat
perihal makna 'kegentingan yang memaksa' tersebut,
Menurut
putusan MK itu, kondisi kegentingan yang memaksa adalah:
1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
3.
Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi
dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan
waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian
untuk diselesaikan.
Sumber :
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Dan Rancangan Peraturan Presiden
Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009
Foto :kompasiana.com
Foto :kompasiana.com
Komentar
Posting Komentar