Selayang Pandang Mengenai UUJN Perubahan



Sabtu kemarin tepatnya tanggal 25 Januari 2014 bertempat di Swissbel Hotel Kendari, Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Sulawesi Tenggara mengadakan Sosisalisasi Perubahan  Undang-Undang Jabatan Notaris  dan Sistem Pelayanan Administrasi Publik Secara Online yang dihadiri oleh para notaris, calon notaris, dan karyawan notaris, dengan menghadirkan pemateri dari Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) dan dari Dirjen Administrasi Hukum Umum  Kementrian Hukum dan HAM.

Sebagai peserta, saya cukup senang dengan adanya kegiatan ini mengingat perlunya pemehaman yang mendalam terhadap beberapa perubahan dari UUJN yang telah diundangkan awal tahun ini, selain itu inilah awal dari pengenalan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang baru. 

Beberapa hal yang menarik dalam Perubahan  UUJN, akan saya bahas dalam tulisan ini. Yang tentunya berdasarkan pemahaman hukum saya. Dari kegiatan ini yang saya lihat masih ada beberapa Pasal dalam undang-undang perubahan ini yang masih kurang jelas dan menimbulkan berbagai macam penafsiran.  Ini terlihat dari diskusi yang berkembang selema kegiatan berlangsung. 

Pembahasan utama dalam sosialisasi Perubahan UUJN adalah mengenai perlekatan sidik jari dalam Pasal 16 ayat (1) huruf C yang menyebutkan :
“melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta”

Pasal 16 ayat (1) huruf C ini berkaitan pula dengan, Pasal 1 poin 8 dan Pasal 44 ayat (1) dan (2). Pasal 1 poin 8 menyebutkan bahwa :
“Minuta akta adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para pengahadap, saksi, dan notaris yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris”
Sedangkan Pasal 44 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa :
Ayat (1) : “ segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap , saksi, dan notaris, kecuali apabia ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya”
Ayat (2) : “alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir akta”

Dalam UUJN sebelumnya pengertian Minuta Akta adalah Asli Akta Notaris. Dengan UUJN Perubahan ini pengertian minuta akta sudah diperjelas lagi dengan adanya penambahan pencatuman tanda tangan para penghadap, saksi dan notaris yang disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris. Kaitannya dengan Pasal 16 ayat (1) huruf C adalah dalam pasal tersebut mengatur tentang kewajiban notaris yakni dengan kewajiban melekatkan surat dadn dokumen serta sidik jari pengahadap pada minuta akta.

Melekatkan surat dan dokumen dalam minuta akta dalah merupakan hal yang sudah lazim dan seharusnya terjadi dalam pembuatan akta karena surat dan sokumen ini merupakan dokumen pendukung dari suatu akta yang didalamnya terdapat perbuatan hukum para pihak. Sedangkan melekatkan sidik jari adalah hal yang baru, walaupun mungkin terdapat juga notaris yang dalam pembuatan aktanya, selain meminta tanda tangan dari para penghadap juga meminta sidik jari.

Melekatkan sidik jari ini tidak dalam minuta akta tapi dibuat secara terpisah layaknya surat dan dokumen. Karena juga dalam pengertian minuta akta tidak disebutkan adanya sidik jari dalam minuta akta. Yang menjadi pertanyaan adalah jika terdapat keadaan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 44 ayat (1). Apakah dalam minuta akta tetap tidak ada sidik jari ?

Inilah yang saya lihat sebagai kerancuan dalam UU ini. Walaupun para peserta sosialisasi ini bersepakat bahwa tidak ada sidik jari dalam sebuah minuta akta. Namun, ketentuan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) pada dasarnya bisa dikatakan sebagai bentuk pengecualian dari minuta akta sebagaimana  yang dijelaskan dalam Pasal 1 poin 8. Rasanya aneh ketika melihat dalam suatu minuta akta hanya ditandatangani seorang pengahadap, jika penghadap yang lain tidak bisa bertanda tangan, maka sidik jarinya bukan di minuta akta tapi dilembaran terpisah yang akan dilekatkan bersama surat dan dokumen pada minuta akta.


Kewajiban melekatkan sidik jari dalam minuta akta sebagai bukti pendukung dari kehadiran seorang penghadap. Maka dapat dikatakan bahwa melekatkan sidik jari berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf C tersebut sama dengan bukti kehadiran seorang pengahadap, atau daftar hadir. Berbeda konteksnya dengan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), disini menurut pemahaman saya  ada pengecualian dalam minuta akta yang jika penghadapnya tidak bertanda tangan maka boleh memakai sidik jari, karena konteks sidik jari atau tandan tangan dalam minuta akta adalah sebagai bentuk persetujuan terhadap apa yang diuraikan dalam akta. Hal ini tentunya berbeda dengan melekatkan sidik jari bersama surat dan dokumen berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf C, sidik jari dalam konteks pasal ini dapat dipahami sebagai bentuk bukti kehadiran. Jadi disini dapat dilihat ada perbedaan mengenai sidik jari dalam Pasal 16 ayat (1) huruf C adalah merupakan bentuk bukti dari kehadiran seorang pengahdap, sedangkan dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) adalah merupakan bentuk bukti persetujuan.

Pada dasarnya kegiatan sosialisasi perubahan UUJN ini juga dimanfaatkan oleh PP INI sebagai bentuk penyatuan pandangan dalam berpraktek, walaupun saya diatas sudah memberikan pandangan awam saya terhadap materi atau isi dari pasal dalam Perubahan UUJN, PP INI sudah memiliki kesepakatan sebelum usaha PP-INI untuk  memperjuangkan pelaksanaan dari Pasal 16 ayat (1) huruf c diperoleh dengan jelas dan tegas, kesimpulan Rapat  PP INI pada tanggal  15 Januari 2014 adalah sebagai berikut :
- Pengertian surat dan dokumen adalah surat dan dokumen yang berhubungan dengan identitas diri Penghadap;
- Untuk Minuta akta : tidak ada pencantuman sidik jari di dalam minuta, baik untuk akhir akta maupun perubahan akta;
- Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf c, diartikan : bagi mereka yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan pada minuta, harus / wajib melekatkan sidik jari pada kertas tersendiri yang dilekatkan pada minuta akta.
- Untuk mereka yang menandatangani minuta akta, melekatkan sidik jari dipergunakan untuk kepentingan kehati-hatian, guna memenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c tersebut.
- Yang dimaksud dengan sidik jari adalah cap ibu jari tangan kanan.

Selain mengenai sidik jari, ada juga yang menarik dalam Perubahan UUJN ini, yaitu adanya pengaturan mengenai Kewajiban seorang Calon Notaris, hal ini diatur dalam Pasal 16 A, yang menyebutkan bahwa :
Ayat (1) : Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) Huruf a.
Ayat 2 : selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta. 

Kewajiban yang dibebankan kepada Calon Notaris dalam Pasal 16 A ayat (1) tersebut jika dilihat sebenarnya cukup baik, namun kewajiban yang tanpa sanksi adalah hal yang tak perlu diwajibkan. Dan kalaupun juga akan dikenakan sanksi hal ini terlalu jauh dalam mengatur Calon Notaris karena kedudukannya masih belum berstatus Notaris terkecuali dalam hal proses Calon Notaris untuk menjadi Notaris.

Sedangkan dalam ayat (2) Pasal 16 A tersebut, terdapat frasa yang membingungkan, frasa “calon notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta”. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan UU karena Calon Notaris tidak mempunyai kewenangan dalam membuat akta, terkecuali Calon Notaris tersebut berkedudukan sebagai Notaris Pengganti.  

Jaminan perlindungan dan jaminan tercapainya kepastian hukum terhadap pelaksanaan tugas notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Dengan perubahan UUJN ini dimaksudkan untuk lebih menegaskan dan memantapkan tugas, fungsi, dan kewenangan Notaris sebagai pejabat yang menjalankan pelayanan publik, sekaligus sinkronisasi dengan undang-undang lain.  
                
 

Komentar

Postingan Populer