Hukum Acara Perdata I

Hukum acara perdata adalah keseluruhan peraturan yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim atau hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa dan memutus serta melkasanakan putusan. 

                   Beracara adalah proses memulihkan hak seseorang yang dirugikan dengan penyelesaian hakim pengadilan. Lebih singkatnya, beracara itu dimulai dari :
a.    Tindakan persiapan
b.    Tindakan dalam persidangan
c.    Tindakan dalam pelaksanaan putusan hakim (eksekusi)

       Beracara dalam arti luas adalah meliputi tiga hal diatas sedangkan dalam arti sempit adalah tindakan dalam persidangan. Hak tuntutan :

a.    Tuntutan yang mengandung sengketa (gugatan)
Tugas hakim mengadili memberikan suatu keadilan dari suatu perkara karena  adanya gugatan. Dinamakan jurisdiction contentiosa

b.    Tuntutan yang tidak mengandung sengketa (permohonan)
Tugas hakim memeriksa secara administrative dalam suatu permohonan, disebut jurisdiction voluntaria.

Dalam memutus perkara dari dua hal diatas, hakim bersifat bebas / vrij justitie. Putusan hakim yang dapat dilaksanakan adalah putusan hakim yang inkracht van bewijsde.

Hukum acara perdata yang berlaku di negara kita sebenarnya belum dikodifikasi dalam satu produk peraturan perundang-undangan. Rancangan Undang-Undang tentang hukum acara perdata dalam lingkungan peradilan umum yang telah disahkan sidang pleno B.P L.P.H.N ke 13 pada tanggal 12 Juni 1967, sampai sekarang belum disahkan menjadi Undang-Undang.

Saat ini kaidah-kaidah hukum acara perdata masih sangat tersebar dalam berbagai macam produk peraturan perundang-undangan. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut antara lain dapat ditemukan dalam:

1.    HIR atau lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang dipergunakan di daerah Jawa dan Madura;

2.    RBG atau dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata yang dipergunakan di daerah luar Jawa dan Madura;

3.    Buku Keempat BW Tentang Pembuktian Dan Daluwarsa, yakni dari Pasal 1865 s/d Pasal 1993.

4.    Reglement Op De Rechtsvordering (“RV”), yakni hukum acara perdata untuk golongan eropah;

5.    Undang-undang No. 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan di Djawa dan Madura  (“UU No. 20/1947”);

6.    Undang-undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (“UU No. 14/1970 > 35/1999 > 4/2004”);

7.    Undang-undang No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (“UU No. 14/1985 > 5/2004”);

8.    Undang-undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum; ( > 8/2004 )

9.    Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama; (  > 3/2006 )

10. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

11. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia;

12. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia;

13. Dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan hukum acara perdata Indonesia.

Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UU Dar. 1/1951, maka hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri dilakukan dengan memperhatikan peraturan-peraturan Indonesia dahulu, yang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan Negeri dalam daerah Republik Indonesia dahulu. Yang dimaksud oleh UU Dar. 1/1951 tersebut tidak lain adalah Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui: S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44) untuk daerah Jawa dan Madura, dan Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg atau Reglemen daerah seberang S. 1927 no. 227) untuk luar Jawa dan Madura. Jadi hukum acara perdata yang dinyatakan resmi berlaku adalah HIR untuk Jawa dan Madura dan Rbg untuk luar Jawa dan Madura

Menurut sudikno mertokusumo, doktrin dan SEMA bukan merupakan sumber hukum langsung yang harus ditaati hakim, tapi merupakan sumber hukum hukum perdata materil dan formil.   

Perbedaan mendasar yang terletak antara hukum pidana dan perdata adalah bahwa dalam hukum perdata yang dicari adalah kebenaran formal sedangkan dalam hukum pidana adalah kebenaran materiil. Kebenaran formil (formeele waarheid) adalah kebenaran yang diperoleh sebagai hasil penjabaran semua fakta dan peristiwa yang terjadi dan diperoleh selama proses persidangan berlangsung.

Jika perkara perdata, timbulnya perkara karena adanya pelanggaran terhadap hak seseorang yang diatur dalam hukum perdata. Sedangkan jika perkara pidana timbulnya karena terjadi pelanggaran terhadap perbuatan yang ditetapkan dalam hukum pidana, perbuatan itu sifatnya merugikan negara/kepentingan umum.

Inisiatif berperkara dalam perkara perdata, inisiatif dating dari pihak yang dirugikan sedangkan dalam perkara pidana inisiatif berperkara dating dari negara, yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan penjatuhan sanksi/vonis.

Asas asas hukum acara perdata :

1.    Hakim bersofat menunggu (judex ne precedent ex officio)

Hakim bersifat menunggu berarti bahwa hakim memeriksa perkara jika ada inisiatif dari pihak-pihak untuk mengajukan tuntutan. (Pasal 118 HIR, 142 RBg).

2.    Hakim tidak boleh menolak perkara

Hakim tidak boleh menolak perkara denga  dalil tidak ada hukumnya atau hukumnya kurang jelas (Pasal 14 (1) UU 14/1970). Larangan ini didasari oleh asas ius curia novit, tetapi disisi lain hakim punya hak ingkar sutau perkara yang diajukan kepadanya karena alasan bukan kompetensinya, ada hubungan darah atau hubungan keluarga atau jika perkara itu diajukan lagi padahal sudah pernah diputus (nebis in idem)

3.    Hakim bersifat pasif

Dalam memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, hanya terbatas pada ruang lingkup sengketa yang ditentukan oleh para pihak sehingga hakim tidak boleh menambah atau mengurangi tuntutan.

Pasif dalam arti, yang membuktikan adalah para pihak yang berperkara bukan hakim. Para pihak dapat secara bebas mengakhiri sendiri perkara yang telah diajukan. Hakim tidak boleh menghalang-halangi. jika hal ini terjadi maka hakim akan membuat akta perdamaian atau pencabutan gugatan dari penggugat.

Akta, jika telah terjadi proses persidangan atau pihak lain sudah merasa diserang, sedang pencabutan, belum terjadi persidangan atau pihak lain belum merasa terserang.

4.    Persidangan bersifat terbuka  

Pada asasnya sidang terbuka untuk umum

5.    Mendengarkan kedua belah pihak

Komentar

  1. Ada pasangan suami istri mereka tdk dikarunia anak lalu mereka mengangkat anak Dari keluarga siperempuan ini menjadi anak angkat singkat cerita sianak ini kemalaisya tdk lama kemudian suami ini meninggal Dan keponakan Dari suami ini mau mengambil harta mereka mengangkat Alasan paman mereka uda meninggal. Karna mendapat kelakuan tdk enak bahkan diperlakukan tdk manusiawi akhirya si,istri inipun meninggal
    Pertanyaa siapa ahli warisya
    Apakah keponakan Dari siistri ini yg diangkat menjadi anak
    Atau keponakan sisuami ini..?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer