Anak kuliah juga bisa jalan-jalan !
Judul diatas bukan karena saya anak kuliah yang lagi habis jalan-jalan, tapi karena saya anak kuliah yang lagi urus tesis (inimi yang bunuh Rambo), jadi saya jalan jalan lewat buku dan berselncar di dunia maya (tsaaah..). lebih praktis mungkin walau sensasinya beda (nyata mi).
Langsung ke inti permasalah yang tentunya bukan
rumusan masalah dalam tesis saya, hahaha. Ya tulisan ini sesuai judul saya
copas (generasi copy paste), dari salah satu traveler writer, Trinity, dalam
blognya. Kebetulan saya juga baru beli buku The Naked Traveler 4.
Di dalam buku tersebut memang ada yang menceritakan tentang judul diatas. Dan saya memang juga pernah baca di blognya dengan judul yang sama. Jadi tidak apakan ? sekedar share juga. Hehe
Ini dia tulisannya :
Pembaca dan follower twitter saya yang anak kuliahan banyak yang bilang “nggak bisa jalan-jalan”. Alasan terbesarnya adalah karena mengaku nggak ada duit. Padahal saya yakin sebagian dari mereka punya smart phone dan komputer jenis terbaru, yang lebih keren daripada punya saya sekarang. Nggak dapet izin dari orang tua untuk jalan-jalan? Ya, kamu sih mau jalan-jalan tapi duitnya minta ortu. Coba deh kalo duitnya nggak minta ortu, 90% pasti mereka kasih izin. Lah, 10% nggak ngasih izin kenapa? Silakan introspeksi diri, mungkin kamu nilainya jeblok atau kelakuannya tidak baik di mata ortumu.
Percaya nggak, dulu waktu kuliah di Universitas Diponegoro Semarang, saya bisa backpacking ke Eropa hasil keringat sendiri! Well, dulu memang dolar tidak semahal sekarang. Tapi dulu juga nggak ada hape, internet, apalagi budget airlines. Jadi, kalau saya bisa, kenapa kamu nggak bisa?
Pada dasarnya, kalau bicara ”dari mana anak kuliah punya duit untuk jalan-jalan” itu ngitungnya gampang. Duit untuk jalan-jalan adalah pos pengeluaran yang diambil dari “keuntungan”. Formulanya adalah: keuntungan = pemasukan yang lebih besar daripada pengeluaran. Jadi kalau mau jalan-jalan, perbesar pemasukan dan perkecil pengeluaran!
Berdasarkan pengalaman pribadi, ini saya kasih tau cara-caranya agar anak kuliah tetap bisa jalan-jalan:
[1] Pilih kuliah di luar kota,
atau di kota yang tidak sama dengan orang tuamu. Dengan tinggal jauh, kita
lebih bebas! Tapi inget, bebas itu harus bertanggung jawab. Artinya, belajar
yang bener dan kelakuan yang bener. Saat berkomunikasi dengan ortu via telepon,
jangan pernah mengeluh atas apapun atau menceritakan hal-hal yang buruk,
seperti “mama, kemarin aku diare karena makan di warung”. Alhasil, ortu akan
semakin kuatir dan malah menganggap kamu tidak dewasa. Ujung-ujungnya mereka
akan berpikir, “Mengurus diri aja nggak becus, apalagi mau jalan-jalan!”
[2] Pilih universitas di Pulau
Jawa, kecuali Jakarta. Kenapa? Karena biaya hidupnya relatif lebih murah.
Dengan menekan biaya kos dan makan, tabungan akan semakin besar. Kalau bisa
juga, pilih masuk universitas negeri jalur PMDK atau SMPTN. Dengan SPP termurah
dibanding jalur lain, mudah-mudahan ortu akan memberikan uang saku lebih.
[3] Cari kerja sampingan. Bisa
apa aja, asal halal. Dulu saya kerja di restoran siap saji, jadi sales
di hotel, jadi fotografer, jadi penulis, mengajar bahasa Indonesia untuk orang
asing, mengajar berenang, jaga pameran (dulu bodi saya masih langsing loh!),
jualan barang, dan lain-lain. Nggak usah dipikir kecil duitnya dibanding
usahanya, tapi dapetin pengalaman dulu deh. Sekali udah ada pengalaman, melamar
pekerjaan sampingan lain itu jadi lebih mudah. Dan pada akhirnya, pas lulus
kuliah, kamu sudah punya pengalaman kerja berentet yang bisa menghias CV.
Jangan malu kalau tempat kerjanya nggak terkenal, perusahaan itu akan melihat
usahamu kok. Keuntungan lain, kalau ketemu teman ortu pas saya lagi kerja, suka
dikasih uang tip.. karena kasihan!
[4] Berani menghargai karyamu.
Kalau kamu punya keahlian khusus seperti fotografi atau pekerjaan lainnya,
berani lah meminta bayaran meski dari teman sendiri. Tapi kamu harus tahu diri
juga, pekerjaanmu harus bagus sehingga orang akan mau menghargainya. Awalnya
bisa kasih gratis sebagai perkenalan, tapi selanjutnya minta bayaran – sekecil
apapun itu, atau bisa barter dengan hal lain. Contohnya, dulu saya jago
memotong rambut (duh, hebat bener sih saya) tapi paling malas cuci sprei. Lalu
saya barter dengan pembantu ibu kos, saya memotong rambutnya dengan upah sprei
saya dicuciin.
[5] Pangkas pengeluaran. Ngopi
di kafe, nonton bioskop, belanja (baju, tas, sepatu, aksesoris), ke disko, makan
di restoran, adalah sebagian dari pengeluaran yang sebenarnya bisa dipangkas.
Sekali-kali sih nggak apa-apa, tapi kalau terlalu sering bisa bahaya. Coba
hitung berapa Rupiah yang bisa dihemat kalau tidak ke kafe dalam sebulan?
Alasan “kan kita harus bersenang-senang karena stres kuliah” itu mengada-ada.
Tidak setiap hari kamu stres dan stres itu bisa dialihkan dengan hal lain yang
lebih murah, misalnya main bola, tidur, atau membaca. Ini masalah mindset
aja sih. Kalau kita bisa enjoy melakukan hal-hal yang sederhana, pada
akhirnya enjoy juga kok.
[6] Menabung yang rajin. Catat
lah setiap pengeluaran dan pemasukan. Dengan demikian kamu tahu pos mana yang
harus ditambah atau dikurangi. Kamu juga wajib punya rekening di bank apapun.
Kartu ATM sebaiknya tidak ditaro di dalam dompet dan dibawa ke mana-mana,
karena kecenderungannya duit pengen diambil dan dihabiskan. Nggak usah
gaya-gayaan punya kartu kredit deh karena pasti kartu tambahan dari ortu
sehingga kamu makin tidak mandiri, apalagi dipercaya jalan-jalan. Setiap ada
pemasukan, langsung masukkan ke bank dan minimalisasi pegang cash.
[5] Mengatur waktu. Kuliah di
kita sebagian besar jadwalnya tidak padat. Per kelas mata kuliah paling cuma
1,5 jam, lalu tiap hari maksimal paling ada 3 kelas. Malah seringnya satu kelas
per hari. Sungguh tidak maksimal bukan? Terus sisanya ngapain? Ya bekerja, cari
duit! Belajar dan mengerjakan tugas tetap masih ada waktu lowongnya. Tidur bisa
kapan aja. Gaul, tiap hari juga ketemu teman di kampus. Merasa nggak ada waktu?
Kalau udah niat, semuanya ada jalannya! Buktinya selain kuliah sambil kerja,
saya aktif di organisasi kampus, ikut ekstra kurikuler klub fotografi dan
softball, tapi masih sempat gaul ke sana ke mari, bahkan jalan-jalan – lalu
termasuk lulusan tercepat dengan nilai IPK yang lumayan. Dipikir-pikir gila
juga sih. Tapi secara anak kuliahan, kita masih muda dan badan masih kuat.
Penyakitpun paling pusing, flu dan diare. Jadi selama mampu, mengapa tidak?
[6] Rencanakan perjalanan. Dulu
saya selalu memilih kelas pada hari Senin sampai Kamis, atau Selasa sampai
Jumat. Satu hari ditambah Sabtu-Minggu cukup banget untuk jalan-jalan ke luar
kota. Nggak usah ambisius ke luar negeri, Indonesia juga patut dikunjungi.
Caranya gimana? Googling! Kalau masih kere juga, ikutlah teman yang
pulang kampung lalu menginap di rumahnya. Dengan demikian kamu nggak usah
keluar biaya penginapan, sukur-sukur ditanggung makan tiga kali sehari yang
kemungkinan besar tuan rumah akan ngasih. Untungnya dulu saya punya teman yang
rumahnya di Yogya, Salatiga, Dieng, bahkan persis di depan candi Prambanan.
Berat? Pastinya! Kuliah itu tetap nomor satu,
tapi jalan-jalan juga wajib. Percaya lah, LIBURAN terbanyak seumur
hidup kita adalah pas kuliah! Bayangkan kalau udah kerja.. duit ada,
tapi nggak ada waktu. Kecuali kamu jadi kayak saya sekarang, yang kerjanya jadi
tukang jalan-jalan. Ya ya, saya tahu kamu sirik kan?
Nah, sudah bacakan ?, mudah mudahan dimengerti
juga. Eh yang ini bukan tulisan Trinity, tapi sudah masuk tulisan saya. Ok selamat
merencanakan perjalanan. Saya lanjut baca dulu.
Sumber : Naked Travel
Sumber : Naked Travel
weeeeh.. prnh ke eropa? klo kesana lagi, aq bok diajak :)
BalasHapusbukan saya mas bro, tapi si trinity, sy ke eropanya sementara cuman lewat buku dan televisi + ngayal., tapi nanti boleh tuh klo bareng ke eropa :)
Hapus