PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (2)


 

A. Dasar Hukum 

  1. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(Pasal 20 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 35 ayat (3),  Pasal 43) Jo. PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.
  1. UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
  2. UU NO. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
  3. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
  4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  5. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

B.  Jenis-jenis PPAT, terdiri atas:
  1. PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.
  2. PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.
  3. PPAT Khusus adalah pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat Akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu.

C. Tugas Pokok Dan Kewenangan PPAT

Berdasarkan pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, menyebutkan bahwa tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Perbuatan hukum tersebut adalah jual beli; tukar menukar; hibah; pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); pembagian hak bersama; pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; pemberian Hak Tanggungan; dan pemberian kuasa memberikan Hak Tanggungan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, maka PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Menurut penjelasan pasal 3 PP No. 37 Tahun 1998, bahwa PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi  kedudukan sebagai akta otentik. Selanjutnya menurut penjelasan pasal 4, bahwa kecuali ada ketentuan lain, maka apabila seorang PPAT melakukan pelanggaran dengan membuat akta di luar daerah kerjanya, akta yang dibuatnya adalah tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran.
Khusus bagi sebidang tanah atau satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak dalam daerah kerja seorang PPAT, maka dalam hal pembuatan akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta pemberian hak bersama, dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi objek perbuatan hukum dalam akta.

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas pokok PPAT (membuat akta), maka berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan bahwa dalam tugasnya membuat akta, harus dilaksanakan di kantor PPAT yang bersangkutan dengan dihadiri oleh para pihak atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku dalam perbuatan hukum tersebut.
Pengecualian dari ketentuan tersebut, yaitu apabila salah satu pihak atau kuasanya yang harus hadir di Kantor PPAT tidak dapat datang di Kantor PPAT karena alasan yang sah, misalnya sakit atau alasan yang lain di luar kekuasaan yang bersangkutan, maka PPAT dapat membuat akta di luar kantornya, yaitu mendatangai orang tersebut dengan ketentuan bahwa para pihak atau kuasanya harus hadir bersama dihadapan PPAT yang bersangkutan.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembuatan akta, sebagaimana diatur dalam pasal 38 PP 24/1997, bahwa pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.

Berdasarkan Pasal 39 PP 24/1997, disebutkan bahwa, PPAT dapat menolak untuk membuat akta, jika:
a.    mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Knator Pertanahan; atau
b.    mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
1.     surat bukti hak atau surat keterangan Kepala desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan meneguasai bidang tanah tersebut selama 20 tahun berturut-turut atau lebih (pasal 24 ayat2).
2.    Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak jauh dari kedudukan kantor pertnahan, bagi pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan, atau
c.    Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatn hukum ybs. Atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian;
d.    Salah satu pihak atau para [pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.
e.    Objek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya.

PPAT dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Selain itu. PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta kepada pihak yang bersangkutan (Pasal 40 PP 24/1997).

Dalam hal perlaihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena pengabungan  atau  peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuta oleh PPAT yang berwenang (Pasal 43 ayat 2 PP 24/1997).

Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

D.  Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT

Menurut pasal 5 PP No. 37/1998, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Menteri yang bertanggungjawab dibidang agraria/pertanahan), dan diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, maka Menteri dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara. Pengangkatan dan pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara dilimpahkan Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi atas nama Menteri (PMNA/Kepala BPN No. 1 Tahun 1998).

Sedangkan untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas  sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, Menteri dapat menunjuk Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT Khusus.



Formasi Pengangkatan PPAT

Pengangkatan PPAT dilakukan untuk memenuhi formasi PPAT di Kabupaten/Kota  tertentu yang formasi PPAT-nya belum terpenuhi. Formasi PPAT ditetapkan  secara periodik dan ditinjau kembali apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu yang telah ditetapkan.
Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (Pasal 2  PMNA No. 4/1999).
1.   jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;
2.  tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;
3.  jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat di daerah yang bersangkutan;
4.  frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai      pertumbuhannya;
5.  jumlah rata-rata akta PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan.

Selanjutnya menurut Pasal 3 PMNA No. 4/1999 ditentukan pula bahwa apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka daerah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT. Dalam menghitung jumlah PPAT, diperhitungkan juga PPAT Sementara yang dijabat oleh Camat. Di suatu daerah yang formasinya sudah penuh, pengangkatan hanya dapat dilakukan apabila jumlah PPAT yang ada berkurang atau formasinya ditambah. Tetapi, bila terjadi penggantian Camat, maka camat penggantinya (baru) tidak ditunjuk sebagai PPAT (ketentuan lama, yaitu Surat Edaran Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 21 April 1962 No. Unda 1/2/6, Camat sebagai PPAT Sementara karena jabatannya (ex-officio).
Selanjutnya untuk daerah Kotamadya (Ibukota Propinsi) bila sudah ditetapkan menjadi daerah tertutup, hanya dilakukan dengan pengangkatan PPAT dari daerah kerja lain atau dari Notaris (non-PPAT) yang berkedudukan di daerah tersebut.

Persyaratan Pengangkatan PPAT
Untuk dapat diangkat menjadi PPAT menurut pasal 6 PP No. 37/1998, harus memenuhi pernyaratan sebagai berikut:
1.  berkewarganegaraan Indonesia;
2. berusia sekurang-kurangnya 30 tahun;
3. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat kelakuan baik yang dibuat oleh instansi Kepolisian setempat;
4. belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap;
    sehat jasmani dan rohani;
5. lulusan program pendidikan spesialis notaris atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi; dan
6. lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN.
(materi ujian: Hukum Tanah Nasional; Pendaftaran Tanah; Peraturan Jabatan PPAT; dan Pembuatan Akta PPAT, Pasal 4 PMNA No. 4/1999).

Dalam pelaksanaan tugasnya, menurut pasal 7 PP No. 37/1998, PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum.
Sebaliknya, terdapat beberapa larangan bagi PPAT, yaitu:
1.     merangkap jabatan atau profesi sebagai pengacara atau advokat; pegawai negeri atau pegawai BUMN/BUMD. (pasal 7 ayat 2).
2.    membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau isterinya, keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain (pasal 23 ayat 1).
3.    Meninggalkan kantornya lebih 6 (enam) hari kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti (pasal 30).

Pemberhentian PPAT
PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT, menurut pasal 8 PP NO. 37/1998, karena:
1.     meninggal dunia;
2.    telah mencapai usia 65 tahun;
3.    diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai  Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT;
4.    diberhentikan oleh menteri.
Sedangkan bagi PPAT Sementara atau PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan atau diberhentikan oleh menteri.

Menurut Pasal 10 ayat 1 PP NO. 37/1998, PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya, karena:
1.     permintaan sendiri; (dapat diangkat kembali sebagai PPAT didaerah lain, bila formasi belum penuh).
2.    tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya;
3.    melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT;
4.    diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI (TNI/POLRI).

Selain diberhentikan dengan hormat, PPAT juga dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena: (pasal 10 ayat 2 PP No. 37/1998)
a.    melakukan pelanggaran berat atau kewajiban sebagai PPAT;
b.    dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.

PPAT dapat diberhentikan untuk sementara, bilamana PPAT tersebut sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih. Pemberhentian sementara tersebut berlaku sam[pai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 11 PP 37/1998).

Sumpah Jabatan PPAT

Sebelum menjalankan jabatannya, PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya (Kota) didaerah kerja PPAT yang bersangkutan. Sedangkan bagi PPAT Khusus tidak perlu mengangkat sumpah jabatan. Demikian pula halnya, PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah, tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya didaerah kerjanya yang baru. (pasal 15 PP 37/1998).

Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebelum menjalankan jabatannya, maka PPAT harus melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, bilamana  tidak melapor dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan) terhitung sejak ditetapkannya sebagai PPAT, maka keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum.

Bilamana seorang PPAT atau PPAT Sementara belum mengucapkan sumpah jabatan, maka PPAT tersebut dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT. Apabila larangan tersebut dilanggar, maka akta yang dibuatnya tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah (Pasal 18 PP 37/1998).

PPAT Pengganti
Selama PPAT diberhentikan sementara atau menjalani cuti, maka tugas dan kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAt yang bersangkutan. PPAT pengganti tersebut diusulkan oleh PPAt yang bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan sereta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan. Persyaratan untuk menjadi PPAt Pengganti adalah telah lulus program pendidikan strata satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun (Pasal 31 PP 37/1998).

Honorarium (Uang Jasa)
Uang jasa (honorarium) PPAT atau PPAT Sementara termasuk uang jasa saksi, tidak boleh melebihi 1 % dari harga yang tercantum di dalam akta. Bagi seseorang yang tidak mampu, PPAT atau PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT atau PPAT Sementara dilarang  melakukan pungutan di luar ketentuan yang telah ditetapkan.
PPAT Khusus dalam melaksanakan tugasnya tidak memungut biaya (PPAT Khusus melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT sebagai bagian dari tugasnya di bidang pendaftaran tanah, karena itu pembuatan akta tersebut dilakukan dengan cuma-cuma, (penjelasan pasal 32 ayat 4)).

Komentar

  1. Dengan hormat, Apabila seorang notaris (yang juga menjabat sebagai PPAT) yang sedang menjalani cuti dan telah ada penunjukkan notaris pengganti, apakah notaris yang bersangkutan berhak untuk tetap menjalani kapasitasnya sebagai PPAT (Membuat APHT, dll).
    Apakah dasar hukum/aturannya.
    Atas perhatainnya diucapkan terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer