PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH


 Langkah-langkah yg bisa ditempuh oleh para pihak dalam rangka dispute resolution
1. Penyelesaian Internal melalui jalur musyawarah
2. Penyelesaian melalui perantara pihak ketiga (non litigasi)
a. Lembaga Pengaduan Nasabah
b. Mediasi
3. Penyelesaian sengketa melalui litigasi:
a. Arbitrase (UU No. 30/1999)
b. Peradilan Agama (UU No. 3/2006)
 Penyelesaian Sengketa
(Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah)
1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.
3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
 Penjelasan Pasal 55 ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a. musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
 Contoh Klausula Penyelesaian Sengketa
 Penyelesaian Perselisihan
1. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
2. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini tidak tercapai, maka Para Pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut.
3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan/atau putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
4. Tanpa mengurangi tempat pokok BASYARNAS di Jakarta yang ditentukan di dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BASYARNAS, Para Pihak bersepakat memilih tempat pelaksanaan arbitrase di kota tempat cabang BANK berada. Namun penunjukan dan pembentukan Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan oleh Ketua BASYARNAS.
5. Mengenai pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS, sesuai dengan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Para Pihak sepakat bahwa Para Pihak dapat meminta pelaksanaan (eksekusi) putusan BASYARNAS tersebut pada setiap Pengadilan Negeri di wilayah hukum Republik Indonesia.
Berdasarkan pada klusula tersebut menunjukkan bahwa terhadap sengketa perbankan syariah bisa diselesaikan melalui berbagai forum, pada bagian berikut akan dipaparkan mengenai mekanisme dan forum penyelesaian sengketa.
 Penyebab terjadinya sengketa
1. Wanprestasi: tidak dipenuhinya prestasi oleh salah satu pihak berupa tidak berprestasi sama sekali, berprestasi tetapi tidak tepat, terlambat dalam berprestasi, atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
2. Perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigdaad): intinya adalah perbuatan yang dilakukan dengan kesalahan dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain sehingga pihak dimaksud wajib mengganti kerugian.
3. Force Majeur: keadaan dimana seorang debitur tidak dapat berprestasi karena adanya keadaan yang tidak dikehendaku dan diluar batas kemampuannya.
 Contoh wanprestasi pada Akad Syariah
1. Nasabah tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan (harga sewa, harga beli, bagi hasil) tepat pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo atau jadwal angsuran yang telah diserahkan NASABAH kepada BANK;
2. Dokumen atau keterangan yang dimasukkan/disuruh masukkan ke dalam dokumen yang diserahkan NASABAH kepada BANK, sebagaimana dimaksud palsu, tidak sah, atau tidak benar;
3. Pihak yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili NASABAH dalam Akad ini menjadi pemboros, pemabuk, atau dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) karena tindak pidana;
4. Dst
 Akibat Cidera Janji (Wanprestasi):
Akad Ijarah
• Dengan mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata, Bank berhak untuk:
1. Menghentikan jangka waktu sewa yang ditentukan dalam Akad ini dan BANK berhak meminta NASABAH untuk membayar sisa Harga Sewa serta mengembalikan atau menyerahkan kembali Obyek Sewa kepada BANK dalam kondisi baik dan layak serta mengosongkan Obyek Sewa tersebut; atau
2. Menyewakan Obyek Sewa tersebut kepada pihak ketiga lainnya yang ditunjuk oleh BANK tanpa memerlukan persetujuan NASABAH dan NASABAH bersedia untuk mengembalikan atau menyerahkan kembali Obyek Sewa kepada BANK dalam kondisi baik dan layak serta mengosongkan Obyek Sewa tanpa berhak atas ganti rugi apapun dari BANK.
 Dengan demikian
 Akibat cidera janji (wanprestasi) adalah dapat menghentikan seluruh atau sebagian dari isi Akad ini, menagih seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum jangka waktu Akad berakhir.
 Perbuatan Melawan Hukum
Pasal 1365 KUH Perdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
 Pasal 1366 KUH Perdata:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati.”
 Bentuk-bentuk perbuatan
melawan hukum
 Perbuatan yang bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan.
 Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
 Perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum.
 Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
Bahwa terhadap perbuatan melawan hukum ujung-ujungnya adalah ganti kerugian, dimana terlebih dahulu harus dibuktikan adanya kubungan kausalitas antara kerugian dengan perbuatan melawan hukum tersebut. Beban pembuktian ada pada penggugat.
 Force Majeure (Penuangannya dalam Akta)
1. Force Majeure yaitu peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan, huru-hara, pemberontakan, epidemi, sabotase, peperangan, pemogokan, kebijakan pemerintah atau sebab lain di luar kekuasaan NASABAH dan BANK.
2. Dalam hal terjadi Force Majeure, maka Pihak yang terkena akibat langsung dari Force Majeure tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari Kepolisian/ Instansi yang berwenang kepada Pihak lainnya mengenai peristiwa Force Majeur tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas hari kerja) terhitung sejak tanggal Force Majeure ditetapkan.
3. Keterlambatan atau kelalaian Para Pihak untuk memberitahukan adanya Force Majeure tersebut mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai Force Majeure oleh Pihak lain.
4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya Force Majeure akan diselesaikan oleh NASABAH dan BANK secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa mengurangi hak-hak BANK sebagaimana diatur dalam Akad ini.
 Lembaga Pengaduan Nasabah
Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank.
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).
 Dasar Hukum
1. PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
2. PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
 Ketentuan dalam Lembaga Pengaduan Nasabah
a. Bank wajib menyelesaikan setiap Pengaduan yang diajukan Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah terkait dengan permasalahan yang muncul akibat kelalaian bank dalam transaksi keuangan.
b. Transaksi Keuangan adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa lembaga keuangan lain dan atau pihak ketiga lainnya yang ditawarkan melalui Bank.
c. Kewajiban Bank untuk menyelesaikan Pengaduan mencakup kewajiban menyelesaikan Pengaduan yang diajukan secara lisan dan atau tertulis oleh Nasabah dan atau Perwakilan Nasabah, termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi Nasabah Bank tersebut
d. Pada prinsipnya, Bank tidak diperkenankan menolak setiap pengaduan yang diajukan secara lisan maupun tertulis.
e. Untuk pengaduan lisan, bank wajib menyelesaikannya dalam waktu 2 hari kerja.
f. Untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat diperpanjang hingga 20 hari kerja berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi tertentu.
 Tujuan Lembaga Pengaduan Nasabah
 Dari perspektif regulator, penerbitan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah ini memiliki dua tujuan utama, yaitu:
1. untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan.
2. untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank tersebut.
 Manfaat bagi Bank
1. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkannya kepada masyarakat;
2. Mengidentifikasi penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah;
3. Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspek-aspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional; dan
4. Memperbaiki karakteristik produk untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan nasabah.
 Penyelesaian Melalui Proses Mediasi Perbankan
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat (Dept. P&K, 1997:640).
Mediasi (Perbankan) adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.
 Dasar Hukum Mediasi Perbankan
1. UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
2. PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
3. PBI dimaksud telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008
 Elemen Mediasi
a. Penyelesaian sengketa sukarela
b. Berbentuk intervensi/bantuan
c. Pihak ketiga yang tidak berpihak
d. Putusan diambil oleh para pihak yang bersengketa itu sendiri berdasarkan konsensus
e. Dibutuhkan adanya partisipasi aktif dari pihak yang bersengketa
 Pengaturan Mediasi Perbankan oleh Bank Indonesia
1. Nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediai kepada Bank Indonesia.
2. Proses mediasi yang dilakukan Bank Indonesia hanya sengketa dengan nilai klaim maksimen sebesar Rp. 500 juta.
3. Proses mediasi dapat dilaksanakan apabila kasus yang diajukan memenuhi persyaratan.
4. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank.
5. Akta Kesepakatan dapat memuat kesepakatan menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atas kasus yang disengketakan.
 Penyelenggara Mediasi Perbankan
Lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan . Lembaga ini saat ini belum terbentuk, (akan dibentuk selambat-lambatnya 31 Des 2007), sehingga fungsi Mediasi Perbankan utk sementara dilaksanaan oleh Bank Indonesia.
Fungsi Mediasi Perbankan yang dilaksankan oleh Bank Indonesia tersebut hanya terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan


 Syarat Bagi Mediator (Ps. 5 PBI No. 8/5/PBI/2006 )
a. Dalam rangka melaksanakan fungsi Mediasi Perbankan, Bank Indonesia akan menunjuk Mediator, dengan kualifikasi sebagai berikut:
b. Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau hukum.
c. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa.
d. Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank
 Sengketa yang bisa diajukan melalui Mediasi Perbankan
1. Sengketa tersebut memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
2. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil.
(Pasal 6 PBI No. 8/5/PBI/2006)
 Proses Beracara
1) Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi perbankan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah.
2) Dalam hal Nasabah atau Perwakilan Nasabah mengajukan penyelesaian Sengketa kepada Bank Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia.
(Pasal 7 PBI No. 8/5/PBI/2006)
 Syarat2 Pengajuan Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Perbankan (Pasal 8 No. 8/5/PBI/2006)
1) diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai;
2) pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh Nasabah kepada Bank;
3) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat Kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga Mediasi lainnya;
4) Sengketa yang diajukan merupakan Sengketa keperdataan;
5) Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia; dan
6) pengajuan penyelesaian Sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.
Setelah persyaratan di atas terpenuhi, maka pengajuan penyelesaian sengketa di sampaikan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia, yang beralamat di Menara Radius Prawiro Lantai 19, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 (Ps. 15 PBI No. 8/5/PBI/2006)
 Kapan Proses Mediasi akan dilaksanakan?
Proses Mediasi dilaksanakan setelah Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank menandatangani perjanjian Mediasi (agreement to mediate) yang memuat:
a. Kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian Sengketa; dan
b. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Bank wajib mengikuti dan mentaati perjanjian Mediasi yang telah ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank
 Perwakilan Nasabah
Ps 10 PBI No. 8/5/PBI/2006
1. Nasabah dan Bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses mediasi.
2. Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat kuasa khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan.
 Hasil Kesepakatan dalam Mediasi Perbankan
Kesepakatan antara Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan Bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank (Ps. 12)
Bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara Nasabah dengan Bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam Akta Kesepakatan (Ps. 13)
 Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata diluar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Ps. 1 angka 1 UU No. 30/1999 ttg Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa)
Jadi, sebelum proses arbitrase dilaksanakan para pihak harus membuat perjanjian arbitrase terlebih dahulu
 Legitimasi Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka (open system), oleh karenanya terdapat kebebasan bagi para pihak dalam menentukan:
 Materi/isi perjanjian
 Pelaksanaan perjanjian
 Cara menyelesaikan sengketa
 Dasar Hukum Arbitrase
1. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase”.
2. Pasal 5 UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
 Bentuk-bentuk Arbitrase
1. Arbitrase ad hoc, adalah bentuk arbitrase yang bukan lembaga, melainkan dibentuk pada saat sengketa terjadi sehingga akan bubar ketika sengketa sudah dapat diselesaikan.
2. Arbitrase institutional, adalah bentuk arbitrase berupa lembaga, misalnya BANI, BAPMI, dan BASYARNAS.
 Jenis Perjanjian Arbitrase
1. Pactum de Compromittendo, adalah pernjanjian arbitrase yg dibuat oleh para pihak sebelum suatu sengketa terjadi. Biasanya menyatu dengan perjanjian pokok, yaitu dengan pencantuman klausula arbitrase
2. Acta Kompromis, adalah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah suatu sengketa terjadi.
Catatan:Perjanjian arbitrase wajib didaftarkan kepada Badan Arbitrase yang ditunjuk, misalnya BANI, khusus untuk sengketa di Bank Syariah biasanya akan memakai Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
 Yurisdiksi BASYARNAS
1. Dispute Resolution
“ Penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dll, dimana para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaian kepada BASYARNAS. Dalam hal ini adalah sengketa di bidang ekonomi syariah”
2. Legal Binding Opinion
“Memberikan suatu pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para pihak”
 Syarat yg harus dipenuhi oleh Arbiter (Ps 12 UU No. 30/99)
1. cakap melakukan tindakan hukum;
2. berumur paling rendah 35 tahun;
3. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
4. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
5. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.
 Prosedur Beracara di BASYARNAS
Penyelesaian sengketa di Basyarnas, dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Pendaftaran
2. Prosedur penyelesaian
3. Eksekusi Putusan
 1. Pendaftaran
a. Sebelum sengketa (pactum de compromittendo), dengan mencantumkan “ Arbitration Clause” atau perjanjian arbitrase yang terpisah dari perjanjian pokok.
b. Setelah sengketa (akta kompromis)
 2. Prosedur Penyelesaian
a. Pendaftaran surat permohonan arbitrase yang memuat : Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat tentang sengketa, dan tuntutan.
b. Dengan melampirkan perjanjian khusus yang menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BASYARNAS atau perjanjian pokok yang memuat arbitration clause.
c. Penetapan/penunjukan arbiter (tunggal/majelis)
d. Penawaran perdamaian, yang apabila diterima arbiter membuatkan akta perdamaian dan apabila tidak diterima, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan.
e. Pemeriksaan sengketa.
f. Putusan Arbitrase.
 3. Eksekusi Putusan Arbitrase
a. Putusan yang sudah ditandatangani arbiter bersifat final and binding.
b. Salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepaniteraan PN.
c. Bilamana putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, maka dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN.
Catatan: Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2008, fiat eksekusi terhadap Putusan BASYARNAS diberikan oleh Ketua Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon.
 Prinsip-prinsip persidangan dalam BASYARNAS
a. Pemeriksaan perkara dilakukan oleh Majelis Arbiter.
b. Sederhana dan penuh kekeluargaan guna mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa secara adil, bijaksana dan disepakati bersama.
c. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup.
d. Penyelesaian perkara mengutamakan prinsip “damai/islah”.
e. Jika perdamaian tidak tercapai, proses pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana halnya pemeriksaan di Pengadilan resmi dengan memberikan kesempatan kepada para pihak secara adil/seimbang.
f. Putusan diambil atas dasar musyawarah Majelis Arbiter dengan mengindahkan tuntutan syariat Islam.
 Penyelesaian Sengketa di PA
Pada awalnya PA tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah. Munculnya, UU NO 50 2008, UU No. 3/2006 yang merubah UU No. 7/1989, memperluas kewenangan PA untuk dapat menerima, memeriksa, dan memutus sengketa di bidang ekonomi syariah, termasuk sengketa pada bank syariah.
 Lingkup Perluasan Kewenangan PA (Pasal 49 huruf i)
Penjelasan Pasal 49 Huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi : a. bank syariah, b. asuransi syariah, c. reasuransi syariah, d. reksadana syariah, e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, f. sekuritas syariah, g. pembiayaan syariah, h. pegadaian syariah, i. Dana pensiun lembaga keuangan syariah, j. bisnis syariah, dan k. lembaga keuangan mikro syariah
Crussial Issues
Adanya pengurangan secara sistematis terhadap kompetensi absolut Peradilan Agama.
Adanya pengurangan kompetensi absolut secara sistematis ditunjukkan oleh Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2008 yang memberikan kesempatan bagi Peradilan Umum untuk menyelesaikan sengketa di bidang Perbankan Syariah.
Di sisi lain adanya ketentuan yang demikian justru sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang berlaku dalam penyelesaian sengketa keperdataan dalam hukum perjanjian
Penyelesaian melalui Peradilan Umum hanya dapat ditempuh sepanjang diperjanjikan oleh para pihak dalam akad dan penyelesaiannya tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer