Sejarah Fiorentina (Bagian 4); Gelar Eropa Pertama dan Scudetto Kedua
Setelah kepergian Bernardini, banyak pelatih direkrut untuk membangkitkan kembali prestasi Fiorentina. Tapi gagal. Padahal, di antaranya terdapat nama Nador Hidegkutti yang termasuk anggota "Wunder Team" Hungaria di Piala Dunia 1954.
Ketika dibintangi Kurt Hamrin, Fiorentina sempat bangkit sejenak. Hamrin bahkan membawa klubnya meraih gelar tingkat Eropa untuk pertama kalinya. Pada final kandang-tandang Piala Winners 1960/1961, mereka mengalahkan Glasgow Rangers. Hamrin berjasa mencetak gol terakhir dari empat gol timnya.
Sayang, setahun kemudian gelar itu gagal dipertahankan. Pada partai final, Fiorentina dikalahkan Atletico Madrid. Sejak itu, gelar Eropa tak pernah lagi mampir ke Stadion Artemio Franchi.
Sekitar sewindu kebekuan dirasakan publik Firenze. Sampai akhirnya datang Bruno Pesaolo sebagai pelatih baru. Begitu masuk, pria asal Argentina yang pernah jadi pemain Napoli ini langsung membuat gebrakan.
Tak tanggung-tanggung, Pesaolo memasang empat penyerang sekaligus di lini depan. Uniknya, otak pergerakan empat penyerang ini adalah palang pintu lini belakang, yaitu sweeper Giuseppe Brizzi. Sebuah kombinasi unik yang banyak mengundang banyak keheranan.
Saat itu banyak yang mencibir inovasi Pesaolo. Bahkan sebagian menyebutnya terlalu naif dan gegabah. Favorit juara saat itu adalah AC Milan, Inter, dan Cagliari yang dibintangi Luigi "Gigi" Riva.
Tapi faktanya, anak-anak asuhan Pesaolo menjelma jadi tim yang hebat. Mereka memenangi gelar juara liga 1968/1969. Gelar kedua sekaligus yang terakhir sampai saat ini bagi klub ungu tersebut.
Bintang Fiorentina saat itu adalah Giancarlo De Sisti yang jadi jenderal lapangan tengah. Bersama Amarildo dari Brasil, De Sisti merupakan pemasok umpan-umpan jitu bagi penyerang Mario Maraschi.
Namun kemenangan itu sekaligus membuat kecewa publik Firenze. Pasalnya hanya De Sisti yang direkrut tim nasional. Padahal, menurut mereka kiper Franco Superchi, Rogora, Mancini, Salvatore Esposito, Ugo Ferrante, Beppe Brzizi, Francesco Rizzo, Merlo maupun Maraschi tak kalah hebat.
Baca juga : winners-cup-1960-1961
*Dari Berbagai Sumber*
Ketika dibintangi Kurt Hamrin, Fiorentina sempat bangkit sejenak. Hamrin bahkan membawa klubnya meraih gelar tingkat Eropa untuk pertama kalinya. Pada final kandang-tandang Piala Winners 1960/1961, mereka mengalahkan Glasgow Rangers. Hamrin berjasa mencetak gol terakhir dari empat gol timnya.
Sayang, setahun kemudian gelar itu gagal dipertahankan. Pada partai final, Fiorentina dikalahkan Atletico Madrid. Sejak itu, gelar Eropa tak pernah lagi mampir ke Stadion Artemio Franchi.
Sekitar sewindu kebekuan dirasakan publik Firenze. Sampai akhirnya datang Bruno Pesaolo sebagai pelatih baru. Begitu masuk, pria asal Argentina yang pernah jadi pemain Napoli ini langsung membuat gebrakan.
Tak tanggung-tanggung, Pesaolo memasang empat penyerang sekaligus di lini depan. Uniknya, otak pergerakan empat penyerang ini adalah palang pintu lini belakang, yaitu sweeper Giuseppe Brizzi. Sebuah kombinasi unik yang banyak mengundang banyak keheranan.
Saat itu banyak yang mencibir inovasi Pesaolo. Bahkan sebagian menyebutnya terlalu naif dan gegabah. Favorit juara saat itu adalah AC Milan, Inter, dan Cagliari yang dibintangi Luigi "Gigi" Riva.
Tapi faktanya, anak-anak asuhan Pesaolo menjelma jadi tim yang hebat. Mereka memenangi gelar juara liga 1968/1969. Gelar kedua sekaligus yang terakhir sampai saat ini bagi klub ungu tersebut.
Bintang Fiorentina saat itu adalah Giancarlo De Sisti yang jadi jenderal lapangan tengah. Bersama Amarildo dari Brasil, De Sisti merupakan pemasok umpan-umpan jitu bagi penyerang Mario Maraschi.
Namun kemenangan itu sekaligus membuat kecewa publik Firenze. Pasalnya hanya De Sisti yang direkrut tim nasional. Padahal, menurut mereka kiper Franco Superchi, Rogora, Mancini, Salvatore Esposito, Ugo Ferrante, Beppe Brzizi, Francesco Rizzo, Merlo maupun Maraschi tak kalah hebat.
Baca juga : winners-cup-1960-1961
*Dari Berbagai Sumber*
Komentar
Posting Komentar