Arif Berteknologi

Semenjak telepon bisa masuk ke dalam saku baju dan computer dapat kita genggam kemana-mana, dunia seolah menjadi elastic. Bisa “dilipat” hingga jarak menjadi demikian dekat, tetapi bisa pula molor hingga makin jauh.
Saat bangun atau menjelang tidur, kita bisa terlebih dulu menyambar ponsel untuk memperbarui status di jejaring social, mengirim pesan pesan, atau membaca berita berita yang disuguhkan pada laman laman surat kabar online, seolah tak ada lagi jarak, dunia seolah dilipat.
Ironisnya, di meja makan, tatkala suami, istri, dan anak anak berkumpul, semuanya dapat tertawa. Namun, bukan tertawa karena tengah terhubung dengan temannya di dunia maya. Mereka asyik dengan peringkat TI di tangan masing masing. Dunia seolah molor. Suami, istri, atau anak anak yang seharusnya dekat menjadi “jauh”, dan teman teman yang jauh menjadi serasa dekat.
Kita seolah tengah dimabuk kepayang. Lupa dengan lingkungan sekitar kita. Lupa dengan kehidupan keluarga kita yang lebih penting. Kita jauh lebih senang mengurusi gosip gosip yang ada di jejaring social, atau menjadi makin intim dengan orang orang yang baru kita kenal. Tak mengherankan bila di media massa semakin sering mengabarkan kasus kasus perselingkuhan hingga kejahatan seksual yang berawal dari perkenalan di dunia maya.
Akan tetapi, perkembangan TI berikut peralatannya yang mengagumkan, juga melahirkan banyak kebaikan. Perkawanan yang membangun solidaritas untuk mendorong tegaknya keadilan. Seperti kasus Prita beberapa waktu lalu adalah contoh. Gerakan solidaritas bisa tumbuh begitu dahsyat untuk mendukung seorang ibu yang menuntut keadilan atas haknya sebagai pasien. Solidaritas itu di bentuk lewat yag diakses melalui ponsel, laptop, tablet, dan computer di rumah atau di kantor.

Sumber : Kompas

Komentar

Postingan Populer