Sejarah Perkembangan Lelang
Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin auctio yang berarti
peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur
Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Beberapa
jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain adalah lelang karya seni,
tembakau, kuda, budak, dan sebagainya.
Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak
1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement, Stbl. 1908 No. 189 dan Vendu
Instructie, Stbl. 1908 No. 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku
hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia.
Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang digolongkan sebagai
suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada
umumnya. Oleh karenanya cara penjualan lelang diatur dalam undang-undang
tersendiri yang sifatnya Lex Spesialis. Kekhususan (spesialisasi) lelang ini tampak
antara lain pada sifatnya yang transparan/keterbukaan dengan pembentukan harga
yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaaan lelang
itu dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang yang mandiri.
Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita tampak
masih dianggap relevan. Hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang untuk
mendukung upaya Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana,
hukum pajak, hukum administrasi negara, dan hukum pengelolaan kekayaan
negara. Perkembangan hukum belakangan ini seperti Undang-undang Hak
Tanggungan (UUHT) No. 4 Tahun 1996, Undang-Undang Perpajakan dan
Undang-undang Kepailitan, serta Undang-Undang Perbendaharaan UU No. 1
tahun 2003 membuktikan ekspektasi masyarakat dan pemerintah yang semakin
besar terhadap peranan lelang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa meskipun sistem
lelang yang diatur dalam Vendu Reglement termasuk salah satu peraturan lama
warisan Belanda, sistem dan konsep dasarnya sebenarnya cukup baik dalam
mendukung sistem hukum saat ini.
peningkatan harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur
Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Beberapa
jenis lelang yang populer pada saat itu antara lain adalah lelang karya seni,
tembakau, kuda, budak, dan sebagainya.
Di Indonesia, lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak
1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement, Stbl. 1908 No. 189 dan Vendu
Instructie, Stbl. 1908 No. 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku
hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia.
Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang digolongkan sebagai
suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada
umumnya. Oleh karenanya cara penjualan lelang diatur dalam undang-undang
tersendiri yang sifatnya Lex Spesialis. Kekhususan (spesialisasi) lelang ini tampak
antara lain pada sifatnya yang transparan/keterbukaan dengan pembentukan harga
yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaaan lelang
itu dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang yang mandiri.
Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan kita tampak
masih dianggap relevan. Hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang untuk
mendukung upaya Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana,
hukum pajak, hukum administrasi negara, dan hukum pengelolaan kekayaan
negara. Perkembangan hukum belakangan ini seperti Undang-undang Hak
Tanggungan (UUHT) No. 4 Tahun 1996, Undang-Undang Perpajakan dan
Undang-undang Kepailitan, serta Undang-Undang Perbendaharaan UU No. 1
tahun 2003 membuktikan ekspektasi masyarakat dan pemerintah yang semakin
besar terhadap peranan lelang. Hal ini jelas menunjukkan bahwa meskipun sistem
lelang yang diatur dalam Vendu Reglement termasuk salah satu peraturan lama
warisan Belanda, sistem dan konsep dasarnya sebenarnya cukup baik dalam
mendukung sistem hukum saat ini.
Komentar
Posting Komentar