Roda Nasib Dalam KasihNya., (Untuk Sahabat yang sedang Gundah)

“Orang beriman akan diuji oleh Tuhannya hingga makin bertambahlah imannya”
“Orang yang luar biasa memilki jalan hidup yang tidak biasa”
“Orang gagal adalah bahasa lain dari mereka yang berhenti berusaha”
“Orang yang bermasalah memiliki jiwa dan pikiran yang kacau, hanya dengan membersihkan dan menjernihkannya muncullah titik terang”
“Sejatinya manusia adalah ia yang mentauhidkan hati, pikiran, perkataan, serta perbuatannya dalam satu kesatuan gerak yang istiqomah digaris_Nya
“Pada akhirnya, kadang kita hanya bisa berkata-kata hingga biarlah praktek yang mencari teorinya sendiri”
Tetap Semangat….!
[Anonim]


Seringkali harapan tak sesuai dengan kenyataan, disinilah masalah menerpa. Peristiwa kematian, kecelakaan, kebakaran, putus cinta, sampai ditinggal kekasih, adalah hal-hal yang senantiasa datang membawa derita. Sengaja atau tidak, semua ini bisa terjadi baik karena faktor alam, maupun atas ulah manusia. Begitulah dinamika hidup bergulir seiring jejak langkah kita dalam mengarungi samudera pilihan dengan segala konsekuensinya. Singkat digambarkan bahwa hidup ini pilihan, pilihan kita hari ini akan menentukan apa pilihan kita esok hari.

Setiap orang memiliki potensi yang sama dalam fitrah kemanusiannya oleh Sang Pencipta. Hingga setiap potensi mesti teraktualkan, kita diperhadapkan pada pilihan-pilihan tindakan untuk itu. Dalam wilayah ini, lebih tergantung dari bagaimana memaknai setiap kenyataan dan menyikapinya dengan tingkah laku. Untuk itu, setiap orang berada dalam konteksnya masing-masing. Sebagai individu yang berkehendak mengarahkan kemana saja ia menorehkan jejaknya.

Peristiwa yang tidak mengenakkan biasa terjadi pada diri kita. Sadar atau tidak, semuanya datang begitu saja. Pada dasarnya ini semua pilihan, tapi bukan itu tujuannya. Sekali lagi kita sering salah melangkah, merasa mendekati tujuan tapi sebenarnya semakin jauh dan menyulitkan. Orang sering menyebutnya sebagai “Blunder” atau biasa juga dengan istilah “Salah pecah” alias kejadian yang diluar “seharusnya”. Bisa saja terjadi karena manusia adalah mahluk yang memiliki dimensi hati dan pikiran. Tempat segala keinginan dan gudang pengetahuan, hingga mempengaruhi bagaimana melihat kehidupan dan menerjemahkannya dalam setiap aktivitasnya. Secara prinsipil, dari sinilah segalanya berawal.

Kita berada di bumi yang sama dengan binatang, membutuhkan makan, minum, dan juga berkembang biak. Namun hati dan pikiran ini yang membedakan, sehingga manusia sedikit lebih tinggi sebagai Khalifah. Pada prinsipnya, kualitas kemanusiaan diukur dari kualitas hati dan pikiran ini. Dengannyalah manusia membangun peradaban yang kompleks dan mengubah dunia. Maka para Nabi dan Rasul pun turun untuk mengingatkan pada Fitrah kemanusiaan kita dalam kesadaran akan_Nya. Sekali lagi karena hati dan pikiran, maka manusia adalah makhluk yang senantiasa ber-keharusan. Hal ini dapat terlihat dari cara pandang kita yang selain melihat kenyataan apa adanya, juga mengkonstruk apa yang seharusnya.

Sadar atau tidak, pada dasarnya setiap orang memilki sisi kedirian yang perfecsionist. Pada hakekatnya kita menginginkan kesempurnaan, meski konsepsi tentang kesempurnaan itu berbeda ditiap orang tergantung dari apa yang ia ketahui dan rasakan. Hal inilah yang menjadi titik sentrum dari seluruh tujuan gerak kemanusiaan. Tapi paling penting adalah, ukuran kesempurnaan adalah keberadaan.
Seseorang dikatakan sempurna dari apa yang ia miliki. Maka tidak heran lagi kalau para Nabi dan Rasul selalu mengajak kita untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Bukankah tidak ada yang lebih sempurna selain Tuhan? Dia adalah sumber keberadaan, sebab mutlak yang harus ada. Karena mustahil semesta yang ada ini berawal dari ketiadaan, yang tak memiliki tak bisa memberi. Dialah yang memiliki segalanya, tumpuan harapan seluruh makhluk.

Ditengah kemalangannya, manusia sering menyalahkan Tuhan. Melekatkan_Nya pada kesalahan, sumber bencana dan penderitaan. Lebih nyatalah ketidak berdayaan kita dihadapan Sang Maha Kuasa. Ditengah itu semua, sangat klasik kita ketahui, tak ada pelaut ulung yang lahir dari ombak yang tenang. Sungguh berani kita mengaku beriman sebelum diuji, sebagaimana beraninya seorang anak nelayan yang mengaku pelaut besar, tanpa ia lebih jauh mengarungi samudra dengan segala dinamikanya.

Untuk membantu dalam melihat persoalan dan kehidupan, mesti dipahami arti sebuah masalah. Kita sudah tahu diawal tadi kalau itu semua erat kaitannya dengan harapan dan kenyataan. Tapi pada dasarnya, kenyataan yang sama bisa datang pada tiap orang, tapi berbeda dalam menyikapinya. Hujan turun di daerah yang sama, membasahi merata ditengah jalan. Namun yang memiliki payung dan jas hujan, berbeda kondisinya dengan mereka yang tidak memiliki apa-apa. Begitu pula dengan mereka yang naik mobil, atau yang memilih tetap tinggal di rumah. Tentu disini anggapan tentang masalah juga pasti berbeda.

Lebih jauh, semua tergantung dari kesiapan seseorang dalam menghadapi setiap kenyataan. Artinya sebuah persiapan dilakukan jauh sebelum kondisi itu datang, jadi sebelum kondisi, ada pra kondisi. Yaitu bagimana ia mengelola dan merencanakan setiap peroses pencapaian tujuannya. Meski kadang kita rapuh dalam menerima kenyataan, meski semuanya telah dipersiapkan, meski serasa langit akan runtuh, secercah harapan senantiasa hadir dalam spirit. Begitulah yang diajarkan oleh para samurai yang meniti jalan pedang, jalan lurus yang konsisten, bukan jalan sabit yang berkelok berputar bagai labiran. Kita selalu yakin kalau Tuhan pasti punya rencana, hikmah bagi mereka yang mengambil pelajaran. Untuk itulah disamping usaha selalu ada doa. ( ORA ET LABORA )


Wassalam

Komentar

Postingan Populer