HUKUM PERKAWINAN

Pengertian Perkawinan:
1. Menurut BW
- BW tidak mengatur secara tegas mengenai defenisi perkawinan. Menurut pasal 26 BW undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata saja
- Perkawinan hanya merupakan ikatan lahir saja
- Tidak memasukkan unsur keagamaan secara tegas
- Tidak bertujuan mendapatkan keturunan
2. Menurut Pasal 1 UUP
- Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Perkawinan tidak hanya merupakan urusan lahiriah saja tetapi juga urusan bathiniah
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia.
- UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) merupakan hasil kodifikasi yang besifat parsial.
a. Seluruh Ketentuan Dalam UUP Belum berlaku efektif, karena mengingat PP No. 9 tahun 1975 ttg peraturan pelaksanaan UUP tidak mengatur kedudukan harta benda, anak, hak, dan kewajiban orang tua dengan anak, serta perwalian.
b. Pasal 66 UUP yang menyatakan bahwa “ ketentuan perkawinan dalam KUHPdt beserta dengan peraturan lain mengenai perkawinan sejauh telah diatur dalam UUP dinyatakan tidak berlaku“ ; rasio a contrario : berarti bahwa apabila UUP tidak mengatur hal2 tersebut, maka KUHPdt dan ketentuan perkawinan lainnya dapat diberlakukan.

Meskipun tujuan dikeluarkan UUP adalah untuk unifikasi peraturan perkawinan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap bersifat pluralistis, Pelaksanaan UUP masih bersifat Pluralistik meskipun tujuan dikeluarkannya UUP untuk Unifikasi Perkawinan hal ini dikarenakan UUP masih belum lengkap shg masih bergantung pd peraturan yang lain mengenai perkawinan seperti yg telah disebutkan dalam pasal 66 UUP.

Sahnya perkawinan:
Pasal 2 ayat (1) UUP : perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.

Perbedaan pendapat tentang kata “AGAMA” dan “KEPERCAYAAN” dalam pasal 1 UUP
1.”agama dan kepercayaan” itu satu pengertian yaitu agama saja, akibatnya perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut hukum agama yang diakui oleh pemerintah
2.”agama dan kepercayaan” itu mempunyai dua pengertian yaitu agama dan kepercayaan.

Pencatatan Perkawinan:
Pasal 2 ayat (2) UUP:
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
a) UU No. 32 tahun 1954 tentang Pencatatan NTR;
b) Ord. CS untuk Perkawinan Campuran, S. 1904 No. 279;
c) Ord. CS untuk Gol. Tionghoa, S. 1917 No. 130;
d) Ord. CS untuk Gol. Kristen Indonesia, S. 1933 No. 75;
e) Ord. CS untuk Gol. Bumi Putera - S. 1927 No. 564.
Contoh Kasus:
Perkawinan menurut Adat Sunda (Gumirat Barna Alam - Susilowati) ditolak KCS JakartaTimur.
Perkawinan secara Kong Hu Cu (Budi Wijaya – Lanny Guito) ditolak KCS Surabaya.

Asas Perkawinan:
- Asas kesepakatan : pasal 6 UUP “perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”
- Asas monogami : pasal 3 UUP :
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami
2. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Perbedaan Asas Monogami dalam BW dan UUP:
Asas monogami di dalam BW bersifat mutlak, sedang asas monogami dalam UUP tidak mutlak.

Syarat perkawinan:
1. Syarat Materil
- Syarat Materil Mutlak : syarat yang harus dipenuhi
a. Tidak terikat dengan perkawinan lain
b. Persetujuan kedua mempelai
c. Harus memenuhi batas umur → ini diberlakukan agar tidak timbul persoalan krusial yang mempengaruhi status seseorang
d. Bagi janda berlaku ketentuan waktu
e. Calon yang belum berumur 21 tahun harus ada ijin kedua orang tua
- Syarat Materil Relatif : tidak boleh dipenuhi sekaligus larangan kawin
a. Orang yang mempunyai hubungan darah terlalu dekat
b. Orang yang ada hubungan semenda atau sesusuan
c. Saudara isteri, bibi atau kemanakan isteri
d. Orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya dilarang kawin
e. Orang yang telah dua kali bercerai dengannya, kecuali hukum agamanya menentukan lain
f.Menurut putusan hakim melakukan perzinahan dengannya.
2. Syarat Formil
- Pemberitahuan kepada pencatatan perkawinan
- Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan (untuk memenuhi asas publisitas) tujuannya untuk menghindari fitnah, larangan kawin
- Pelaksanaan perkawinan (dalam UU tidak diatur secara teknis).

Pencegahan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (pasal 13 UUP)
- Yang dapat mencegah perkawinan adalah :
1. Para keluarga dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah
2. Apabila calon mempelai berada di bawah pengampuan sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai lainnya
3. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan
4. pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah perkawinan apabila ketentuan larangan perkawinan dilanggar.

Pembatalan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
- Yang dapat mengajukan pembatalan tersebut adalah :
1. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri
2. suami atau isteri
3. pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan
4. pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap perkawinan tersebut tetapi hanya setelah perkawinan itu putus
5. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan.

Ketentuan pidana Pasal 279 KUHP terhadap pasal 27 BW yg mengatur poligami :
Dasar-dasar Konsiderans :
• Pasal 27 BW mengatur azas monogami mutlak “Dalam kurun waktu yg sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai seorang perempuan isterinya, sehingga perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”
• Ketentuan pasal 279 KUHP, pelaku poligami bisa dipidana.
• Ketentuan UUP No. 1 th 1974 boleh melakukan poligami.
• Agama Islam membolehkan Poligami ;
• Agama kristen melarang poligami ;
• Ketentuan PP untuk ABRI dan PNS, melarang Poligami ;

Dengan konsiderans diatas, bahwa tidak serta-merta Pasal 27 BW tidak diberlakukan, karena UU Perkawinan masih harus melihat keabsahan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya, dalam hal ini berlaku ketentuan azas Lex Specialis de rogat legi generalis” meskipun pelaksanaanya UUP tdk mutlak.

Bubarnya Perkawinan:
Pasal 38 UUP menentukan bahwa “Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian
b. Perceraian
c. Keputusan Pengadilan

Komentar

Postingan Populer