PENDAFTARAN TANAH [ I ]
- Pengertian dan Sistem Pendaftaran Tanah
Pendaftaran
tanah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan diperjelas melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, yang telah diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran
berasal dari kata “Cadastre” dalam bahasa Belanda merupakan istilah teknis
untuk suatu yang menunjukkan pada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-lain
alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata “Cadastre” berasal dari bahasa
latin “Capitastrum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang
diperbuat untuk pajak tanah romawi (Capotatio Terrens).
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri atas:
1. Pengumpulan,
pengelolahan, penyimpananan, dan penyajian data fisik bidang-bidang tanah
tertentu;
2. Pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis tertentu;
3. Penerbitan surat tanda bukti haknya; dan
4.
Pencatatan perubahan-perubahan pada fisik
dan data yuridis yang terjadi kemudian.
Pendaftaran tanah dikatakan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan
secaraterus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan-keterangan
tertentu mengenai tanah-tanah tertentu, yang ada di wilayah-wilayah tertentu
dengan tujuan terntu untuk kemudian diproses/ diolah, disimpan dan disajikan
dalam rangaka memenuhi tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah tersebut.
Dapat
disimpulkan berdasrakan penjelasan mengenai pendaftran tanah yang telah
ditentukan Pasal 19 ayat (2) UUPA dilengkapi oleh Pasal 1 ayat (1) PP No. 24
Tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan administratif yang
dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan yuridis
mengenai bidang tanah. Data tersebut disajikan dalam bentuk peta dan daftar,
termasuk pemberian sertifikat sebagai bukti hak atas tanah. Tujuan utamanya
adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas
tanah, serta mendukung pengelolaan dan pemanfaatan tanah secara efektif.
Sistem Pendaftaran Tanahadalah proses administratif yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah. Sistem ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyajikan data fisik serta yuridis tentang tanah secara berkelanjutan. Di Indonesia, ada dua sistem pendaftaran tanah yang dikenal yaitu:
- Sistem Positif: Dalam sistem ini,
sertifikat tanah yang diterbitkan menjadi bukti hak yang mutlak. Nama yang
terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah, meskipun orang tersebut
mungkin bukan pemilik sah. Ciri utama dari sistem positif adalah jaminan
kepastian hukum bagi pemegang sertifikat.
- Sistem Negatif: Menurut sistem ini,
informasi dalam sertifikat dianggap benar hingga terbukti sebaliknya di
pengadilan. Prinsip utama adalah nemo plus iuris, yang
melindungi pemegang hak dari pihak lain yang mencoba mengalihkan hak tanpa
sepengetahuan mereka. Pendaftaran tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar
adalah pemilik sebenarnya, dan pejabat pendaftaran tidak berkewajiban
untuk memverifikasi kebenaran dokumen yang diserahkan.
Menurut Boedi Harsono, ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah yaitu sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran hak (registration of titles). Dalam sistem pendaftaran hak, setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan, kemudian juga harus dibuktikan dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar, melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta hanya merupakan sumber datanya. Sistem pendaftaran hak tampak dengan adanya Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dandisajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar.
Kemudian
Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
mengenal 2 (dua) bentuk pendaftaran, yakni pendaftran tanah sistematik dan
pendaftaran tanah sporadik.
- Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Pendaftaran Tanah Sistematik adalah proses pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak untuk seluruh objek tanah dalam satu wilayah tertentu, seperti desa atau kelurahan. Tujuan dari sistem ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat.
Karakteristik
Pendaftaran Tanah Sistematik:
1.
Serentak: Pendaftaran tanah dilakukan untuk seluruh objek tanah
yang belum terdaftar dalam satu wilayah secara bersamaan. Pendekatan ini
memungkinkan pengumpulan data yang lebih efisien dan terorganisir. Dengan
melakukan pendaftaran secara serentak, pemerintah dapat mengurangi potensi
sengketa tanah dan memastikan bahwa semua hak atas tanah di wilayah tersebut
diakui dan dicatat dalam administrasi pertanahan. Hal ini juga mempermudah
pemantauan dan pengelolaan sumber daya tanah di masa depan
2.
Pengumpulan Data: Tahapan ini mencakup pengukuran fisik bidang
tanah, pemetaan, serta pengumpulan dokumen yuridis yang mendukung klaim hak
atas tanah. Proses pengumpulan data ini sangat krusial karena:
a.
Pengukuran Fisik: Melibatkan penggunaan alat ukur untuk
menentukan luas dan batas-batas bidang tanah secara akurat.
b.
Pemetaan: Menghasilkan peta dasar yang menunjukkan lokasi dan
batas-batas bidang tanah yang terdaftar.
c.
Dokumen Yuridis: Mencakup pengumpulan dokumen seperti akta
jual beli, surat warisan, atau dokumen lain yang membuktikan kepemilikan sah
atas tanah.
Data
yang dikumpulkan kemudian dicatat dalam buku tanah resmi, yang berfungsi
sebagai catatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tersebut.
3.
Biaya Gratis: Salah satu keunggulan dari program pendaftaran tanah
sistematik adalah bahwa proses pendaftaran biasanya tidak dikenakan biaya bagi
masyarakat, karena dibiayai oleh pemerintah. Ini merupakan upaya pemerintah
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran tanah dan
untuk mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses ini. Dengan
menghilangkan biaya, diharapkan lebih banyak orang akan mendaftarkan hak atas
tanah mereka, sehingga mengurangi jumlah tanah yang tidak terdaftar dan
meningkatkan keamanan hukum.
4.
Tahapan Pelaksanaan:
Pelaksanaan
pendaftaran tanah sistematik terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
a.
Perencanaan: Pada tahap ini, lokasi dan rencana kerja untuk
pendaftaran ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama dengan
pemerintah daerah. Penetapan lokasi dilakukan berdasarkan prioritas kebutuhan
masyarakat dan potensi sengketa di wilayah tersebut.
b.
Penyuluhan: Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses
pendaftaran dan manfaatnya sangat penting untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk
seminar, pertemuan langsung, atau media sosial.
c.
Pengumpulan Data: Mengumpulkan informasi tentang batas dan status
hukum tanah melalui pengukuran fisik dan verifikasi dokumen yuridis.
d.
Pemeriksaan dan Pengumuman Data: Setelah data dikumpulkan,
dilakukan pemeriksaan untuk memastikan keakuratan informasi. Hasil pemeriksaan
kemudian diumumkan kepada masyarakat untuk memberi kesempatan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan mengajukan keberatan atau klaim jika ada ketidaksesuaian.
e.
Penerbitan Sertifikat: Setelah semua proses selesai dan tidak ada
keberatan yang signifikan, sertifikat hak atas tanah diterbitkan sebagai bukti
sah kepemilikan. Sertifikat ini berfungsi sebagai alat bukti hukum yang kuat
bagi pemilik hak atas tanah
Pendaftaran
Tanah Sistematik memberikan sejumlah manfaat penting, di antaranya adalah
kepastian hukum yang kuat bagi pemilik tanah melalui penerbitan sertifikat
sebagai bukti kepemilikan yang sah. Selain itu, sistem ini juga berfungsi untuk
mengurangi sengketa pertanahan dengan mendata seluruh hak atas tanah secara
komprehensif, sehingga mencegah terjadinya konflik di masyarakat. Tak kalah
penting, pendaftaran ini mendorong investasi dengan memfasilitasi transaksi
jual beli tanah yang lebih aman dan transparan, berkat kepastian hukum yang
jelas bagi semua pihak yang terlibat.
- Pendaftaran Tanah Secara Sporadis
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan salah satu metode pendaftaran tanah di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan atau inisiatif dari pemilik tanah secara individual atau juga dilakukan oleh beberapa pemilik tanah secara masal dengan biaya dari pemilik tanah itu sendiri.
Tahapan-tahapan
pendaftaran tanah secara sporadik yaitu:
1.
Pengajuan Permohonan
Tahap pertama dalam pendaftaran tanah sporadik adalah pengajuan
permohonan oleh pemohon ke Kantor Pertanahan setempat. Pemohon harus
melampirkan dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan, sepertiSurat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Alas Hak, Identitas Diri, dan Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK). Setelah dokumen lengkap,
petugas Kantor Pertanahan akan memverifikasi kelengkapan administrasi sebelum
memproses lebih lanjut.
2.
Pembuatan Peta Dasar
Setelah permohonan diterima, langkah berikutnya adalah pembuatan
peta dasar untuk bidang tanah yang akan didaftarkan. Peta dasar ini mencakup
informasi mengenai lokasi, luas, dan batas-batas bidang tanah. Proses ini melibatkan.
Peta dasar berfungsi sebagai acuan dalam proses pengukuran dan penetapan batas
tanah.
3.
Penetapan Batas Tanah
Tahap ini melibatkan pengukuran dan penetapan batas-batas bidang
tanah sesuai dengan dokumen yang diajukan oleh pemohon. Prosesnya meliputiPengukuran
Lapangan, Penentuan Batas, dan Pembuatan Gambar Ukur.
4.
Pembukuan Hak
Setelah data fisik (pengukuran) dan data yuridis (dokumen
kepemilikan) selesai diverifikasi, hak atas tanah dicatat dalam buku tanah
resmi di Kantor Pertanahan. Pembukuan hak ini merupakan tahap penting karena menjadikan
hak atas tanah tercatat secara resmi dalam administrasi pertanahan negara dan memberikan
perlindungan hukum kepada pemilik atas kepemilikan tanah tersebut.Pada tahap
ini, Kantor Pertanahan juga akan menentukan jenis hak atas tanah yang
diberikan, misalnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), atau Hak Pakai.
5.
Penerbitan Sertifikat
Tahap
terakhir adalah penerbitan sertifikat hak atas tanah sebagai bukti sah
kepemilikan. Sertifikat ini memuat informasi penting seperti:
a.
Nama pemegang hak.
b.
Jenis hak atas tanah.
c.
Luas dan lokasi bidang tanah.
d.
Nomor sertifikat dan nomor buku tanah.
Sertifikat hak atas tanah memiliki kekuatan hukum sebagai alat
bukti kepemilikan yang sah sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Setelah sertifikat diterbitkan, pemilik dapat mengambilnya di Kantor Pertanahan
atau melalui acara seremonial tertentu jika ada program pemerintah terkait.
Pendaftaran tanah secara sporadik memberikan berbagai manfaat penting bagi pemilik tanah. Pertama, pendaftaran ini memberikan kepastian hukum melalui penerbitan Surat Sporadik sebagai bukti kepemilikan yang sah. Dengan adanya surat ini, pemilik tanah memiliki jaminan hukum yang kuat atas hak miliknya. Selain itu, pendaftaran sporadik juga membantu mengurangi sengketa dengan mendata hak atas tanah secara resmi, sehingga ada bukti tertulis yang dapat digunakan dalam penyelesaian konflik jika terjadi perselisihan mengenai kepemilikan. Manfaat lainnya adalah meningkatkan nilai investasi, karena memiliki bukti kepemilikan yang sah dapat meningkatkan nilai properti dan memudahkan transaksi jual beli di masa depan, menjadikan tanah tersebut lebih menarik bagi calon investor.
Namun, pendaftaran tanah sporadik juga menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai prosedur dan pentingnya pendaftaran tanah, yang menyebabkan banyak bidang tanah belum terdaftar. Selain itu, jika tidak dilakukan dengan benar, pendaftaran sporadik dapat menyebabkan potensi sengketa jika ada lebih dari satu pihak yang mengklaim hak atas bidang tanah yang sama. Kekuatan hukum Surat Sporadik juga terbatas dibandingkan dengan sertifikat hak milik (SHM), sehingga lebih rentan terhadap sengketa jika tidak didukung oleh bukti-bukti kuat lainnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami proses pendaftaran dan manfaatnya agar dapat melindungi hak atas tanah mereka secara optimal.[1]
Tehupeiory, A. (2012). Pentingnya pendaftaran tanah di Indonesia.
Raih Asa Sukses. Hlm.7.
[2]
Muhammad Yamin Lubis et al., Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung,
2010, hlm 33.
[3]
Urip Santoso. Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta:Kencana Prenada
Media Group, 2011, hlm. 31-32.
[4]https://mh.uma.ac.id/pahami-pendaftaran-hak-atas-tanah/
[5]Adrian
Sutedi (b), Kekuatan Hukum Berlakunya Sertipikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas
Tanah, (Jakarta: Cipta Jaya, 2006), hlm. 29
[6]https://www.lamudi.co.id/journal/apa-itu-sporadik/
[7]Palenewen, James Yoseph, and Victor Th. Manengkey. "Analisis
Yuridis Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Pada Kantor Pertanahan Kabupaten
Jayapura." BULLET: Jurnal Multidisiplin Ilmu 01, no. 5
(Oktober – November 2022): 813.
Komentar
Posting Komentar