HUKUM HARTA PERKAWINAN

Dasar hukum berlakunya hukum keluarga dan harta perkawinan :

1. Pasal II aturan peralihan UUD 45 Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945
2. Pasal 1 Peraturan Presiden No.2 tahun 1945 (10 oktober 1945). Segala peraturan yang ada masih tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Berlaku bagi siapa HKHP BW ?

1) Berdasarkan Pasal 163 dan 131 IS
Pasal 163 IS tentang Golongan Penduduk:
a) Golongan Eropah;
b) Golongan Bumi Putera;
c) Golongan Timur Asing.
Pasal 131 IS tentang hukum yang berlaku:
a) Bagi gol. Eropa berlaku BW dan WvK;
b) Bagi gol. Bumi Putera berlaku hukum adat;
c) Bagi gol. Timur Asing Tionghoa BW dan WvK yang sama dengan gol. Eropah (S. 1917 No. 129).
2) Berdasarkan S. 1917 No. 12 Penundukan diri secara sukarela
Bagi Gol. Bumiputera dapat berlaku hukum perdata BW dengan jalan penundukan diri secara sukarela.
3) Berdasarkan UU No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan
UU ini tidak mencabut S. 1917 No. 12, tetapi berdasarkan UU tersebut hanya mengenal satu WNI dan WNA.
4) Putusan Presidium Kabinet No. 31/U/IN/1966 yang meniadakan pembagian golongan
penduduk.

Harta dalam Perkawinan:

1. Persatuan harta secara bulat.
2. Perjanjian kawin.
a. Persatuan terbatas
1) yang diatur oleh UU,
2) yang ditentukan para pihak.
b. Sama sekali terpisah harta
3. Persatuan harta dan perjanjian kawin dalam perkawinan kedua dan seterusnya.

Beberapa catatan tentang UUP:

1. UUP merupakan kodifikasi yang bersifat parsial;
2. Antara judul dengan isi tidak sama;
3. Tujuannya unifikasi, tetapi tetap bersifat pluralisme;
4. Berdasarkan Pasal 66, secara a contrario peraturan perkawinan dalam BW tetap berlaku sepanjang belum diatur dalam UUP;
5. Berdasarkan Pasal 67, UU ini berlaku secara efektif setelah ada PP;

Harta Perkawinan Dalam UUP :

Mengenai Harta Perkawinan, di dalam UUP tidak diatur dan menurut ketentuan pasal 67 ayat (2) menyatakan hal-hal yang belum diatur dalam UU ini akan diatur didalam PP, tapi sampai sekarang PP nya belum ada. MA mengeluarkan Keputusan MA No.726/K/SIP/1976 bahwa pasal 35 UUP (pihak-pihaknya adalah keturunan Tionghoa) belum berlaku dan Keputusan MA No. 1148/K/SIP/1976 pasal 35 UUP (pihak-pihaknya keturunan Pribumi) sudah berlaku, meskipun ada surat MA ini, keberlakuan Hukum Harta Perkawinan menimbulkan dua pendapat:
PENDAPAT 1, Undang-Undang Perkawinan mengenai Harta Perkawinan Pasal 35 s/d 37 belum berlaku berdasarkan surat MA tersebut.
PENDAPAT 2, Bagi mereka yang dulunya secara histories tunduk pada BW maka UU Perkawinan mengenai harta perkawinan belum berlaku karena perbedaan asas antara hukum harta perkawinan menurut BW dengan UUP. Sedangkan bagi mereka yang dulunya secara histories tunduk pada hukum adat, maka UUP mengenai harta perkawinan sudah berlaku karena ada persamaan asas antara hukum harta perkawinan dalam hukum adat dengan UUP. Dalam hal ini UUP sebagai pokok dan hukum adat sebagai sebagai pelaksanaan.


Perbedaan Bentuk harta perkawinan menurut BW dan UUP dan cara terjadinya ?

a. Bentuk harta dalam Perkawinan ( BW ) : adalah Persatuan bulat, terjadi pencampuran harta; Bentuk harta perkawinan terjadi demi hukum sejak saat perkawinan begitu akta nikah ditandatangani. (pasal 119 ayaty1 KUHPdt). Dalam KUHPdt : Persatuan Bulat bersifat tetap ( Pasal 119 ayat 2 ), sehingga antara suami dan istri, tidak boleh :
- Mengadakan Transaksi jual beli,
- Mengadakan perjanjian tukar menukar,
- Mengadakan perjanjian perburuhan,
- Saling menghibahkan.

b. Bentuk harta dalam Perkawinan ( UUP ) : dapat berupa Harta Bersama, Harta Bersama Terbatas, atau terpisah harta sama sekali ; Bentuk Harta Perkawinan terjadi sejak dicatatkan / dibuatkan perjanjian kawin. Dalam UUP : Harta perkawinan/persatuan bulat bersifat tetap sepanjang perjanjian perkawinan atau sepanjang tidak dibubarkan.
Di dalam KUHPdt bentuk harta perkawinan yang sudah dipilih tidak dapat diubah lagi karena kalau tidak membuat perjanjian kawin otomatis yang berlaku adalah Persatuan Bulat (ps 119 ayat (2) ), kalau membuat perjanjian kawin dan memilih bentuk harta yang lain misalnya Persatuan Terbatas atau Terpisah Harta Sama Sekali itupun tidak dapat diubah lagi karena perjanjian kawin dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan setelah perkawinan berlangsung tidak dapat diubah lagi, jadi konsekwensinnya adalah bentuk harta yang sudah dipilih akan bersifat tetap ( ps 147 ayat (2) ).
Di dalam UUP bentuk harta perkawinan dapat diubah dengan mengubah perjanjian kawin sepanjang tidak merugikan pihak ke 3 yang mengadakan hubungan hukum dalam bidang Harta Perkawinan dengan suami/isteri (ps 29 ayat (4) UUP).

Dalam bentuk harta persatuan bulat, ada perlindungan bagi isteri untuk menyelamatkan harta persatuan, Dasar hukum dan bentuk perlindungannya adalah :
Pada waktu perkawinan utuh :
a. Menuntut harta pemisahan harta persatuan jika perkawinan masih utuh (Pasal 186 BW) ; suami memohon kepada PN karena suami boros, tidak mampu mengelola harta persatuan.
b. Menuntut perpisahan meja dan ranjang ( 243 BW ) Pada waktu perkawinan bubar : Istri melepaskan haknya atas harta persatuan, ini hanya pada harta warisan (Pasal 132 dan 133).

Asas – asas Hukum Harta Perkawinan Menurut BW:
1. Harta persatuan terjadi demi hukum, kecuali ditentukan lain.
2. Isi harta persatuan baik aktiva maupun pasiva sebelum & sepanjang perkawinan.
3. Pengurusan ada pada suami istri.
4. Istri tidak cakap dalam lapangan harta perkawinan.
5. Perjanjian kawin tidak dapat diubah.

Asas-asas Hukum Harta Perkawinan menurut UUP:
1. Harta bersama terjadi demi hukum.
2. Isi harta brsama adlh harta yg diperoleh spanjang perkawinan kecuali hibah atau warisan.
3. Pengurusan ada pd suami/istri secara brsama.
4. Istri tetap cakap bertindak.
5. Perjanjian kawin dapat diubah.

Bentuk Harta Perkawinan (BW):
1.persatuan bulat,
2. persatuan trbatas,
3. sama sekali terpisah harta.

Bentuk Harta Perkawinan (UUP):
1. harta brsama,
2. harta brsama terbatas,
3. terpisah harta sama sekali

Persatuan Bulat :
Terjadi demi hukum sejak saat perkawinan dilangsungkan, pasal 119 ayat : (1).
Bersifat tetap pasal 119 ayat :(2), sehingga antara suami istri tidak boleh: mengadakan perjanjian jual beli, tukar menukar, perburuhan dan saling menghibahkan.

Persatuan Bulat bubar : kalau ada Kematian, Perceraian, perpisahan meja & ranjang, perpisahan harta benda.

Isi persatuan Bulat :
1. aktiva & pasiva sblum dn spanjang perkawinan,
2. ada penyampingan dlm bentuk persatuan bulat krn kehendak pemberi hibah/warisan,
3. harta yg diperoleh dr santunan asuransi jiwa: premi dr harta pribadi, dr harta kekayaan, penunjuknnya dpt ditarik kembali/tdk.

Hutang dalam persatuan Harta terjadi karena :
1. hutang sebelum perkawinan,
2. hutang keperluan untuk rumah tangga,
3. hutang untuk kepentingan usaha,
4. denda-denda,
5. ganti kerugian karna perbuatan melawan hukum,
6. hutang warisan/hibah yg masuk persatuan.

Pembayaran hutang dapat terjadi saat :
Selama perkawinan: dr harta persatuan dn harta pribadi pembuat hutang. Setelah perkawinan: harta suami dgn hak menagih ½ dgn mantan istri dn harta istri/suami atau ahli warisnya, jika hutang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.

Perlindungan Istri
jika perkwinan masih utuh: menuntut pemisahan harta persatuan, menuntut perpisahan meja ranjang, suami ditaruh dibawah pengampuan. Setelah Perkawinan bubar: istri melepaskan haknya atas persatuan.

Pengurusan Harta Pribadi Istri:
dilakukn oleh suami kecuali ditentukan lain, suami brtanggungjwb sbg bapk yg baik, untk brg tak brgerak tdk boleh memindahtangankn tanpa persetujuan istri.

Persatuan Untung Rugi
trjd krn adanya Prjanjian kawin antara pr pihk. Dalam persatuan untung rugi ada 3 harta: harta persatuan untung rugi, pribadi istri, pribadi suami. Keuntungan dn kerugian mnjd hak & tanggungan suami istri brsama2. Tanggungjwb masing2 1:1, kecuali ditentukn liat mngingat psl 142BW. Jika Persatuan Untung dan Rugi mengalami Kerugian, Maka yang bertanggung jawab adalah masing-masing sebagian (pembagian 1: 1), tetapi didalam perjanjian kawin dimungkinkan diadakan ketentuan lain (Pasal 156), asal saja tidak melepaskan ketentuan Pasal 142; yang berkaitan dengan ketertiban dan kesusilaan (suami/isteri tidak boleh membayar sebagian utang yang lebih besar daripada bagiannya dalam keuntungan persatuan).

Keuntungan:
yang dimaksud dengan keuntungan adalah tiap-tiap bertambahnya harta kekayaan sepanjang perkawinan yang disebabkan karena hasil harta kekayaan suami-isteri, dan pendapatan mereka masing-masing, karena usaha dan kerajinan suami-isteri dan karena penabungan pendapatan-pendapatan yang tidak dihabiskan (Pasal 157)
Jadi, yang termasuk keuntungan adalah :
- hasil dari harta kekayaan suami-isteri
- Pendapatan/penghasilan suami isteri
- Bertambahnya harta kekayaan karena usaha dari suami-isteri
- Tabungan pendapatan yang tidak dihabiskan

Kerugian:
tiap2, brkurangnya harta kekayaan krn pengeluarn yg melebihi pendptn, bukan krugian adlh kerusakn harta pribadi krn bencana, kpengurusan harta pd prinsipnya dilakukn oleh suami, kecuali ditentukn lain, istri dpt mnolak Persatuan Untung Rugi. Yang dimaksud dengan kerugian adalah tiap-tiap berkurangnya harta kekayaan, disebabkan pengeluaran yang melampaui bertambhnya harta sepanjang perkawinan: hasil dr harta suami/istri, dr pendapatan suami/istri, dr usaha & kerajinan, dr tabungan pendptn yg tdk dihabiskn.

Reprise dan Recompense :
Reprise adalah hak tagih harta pribadi kepada harta persatuan.
Recompense adalah kewajiban harta pribadi kepada harta pribadi.
Terjadi pada harta persatuan bulat dan persatuan terbatas karena ada harta pribadi dan harta persatuan, perhitungannya dilakukan setelah persatuan bubar.

Perjanjian kawin adalah:
perjanjian untuk kawin dimana kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan perkawinan dan berlaku sejak ditutupnya perjanjian

Perjanjian perkawinan:
adalah perjanjian kedua belah pihak berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai suami isteri.
• Yang dimaksud dengan perjanjian kawin adalah perjanjian antara calon suami dan calon isteri sebelum perkawinan dilangsungkan mengenai harta benda setelah adanya perkawinan. Mengenai pembatasan isi dan bentuknya adalah :
• KUH Perdata : isinya hanya mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan, bentuknya harus dalam bentuk tertulis (akta notaris) dan dibuat sebelum perkawinan berlangsung (Pasal 147), serta didaftarkan ke Kepaniteraan P.N.
• UUP : isinya bebas, bentuknya bebas (tertulis atau tidak tertulis) dan pengesahannya oleh pegawai pencatat perkawinan.
• Persamaan perjanjian kawin yang diatur dalam KUHPerd dan UUP : Ada kebebasan berkontrak antara para pihak
• Perbedaaan Perjanjian kawin yang diatur dalam KUHPer dan UUP :
- Dalam KUHPerd saat diadakannya adalah sebelum perkawinan dilangsungkan, dalam UUP saat diadakannya adalah pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
- Dalam KUHPerd bentuknya adalah akta notaris dan pengesahannya dengan didaftarkan ke kepaniteraan P.N., dalam UUP bentuknya adalah bebas (tertulis atau tidak tertulis) dan pengesahannya oleh Pegawai Pencatat perkawinan
- Dalam KUHPerd tidak dapat diubah sepanjang perkawinan, dalam UUP dapat dapat diubah atas persetujuan suami-isteri, dengan syarat tidak merugikan pihak ketiga.

Komentar

Postingan Populer