Tarif Pajak Penghasilan


Penentuan mengenai pajak yang terutang sangat ditentukan oleh tarif pajak dari berbagai jenis pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah. Sebenarnya tarif pajak masih tergolong kedalam ketentuan materil dalam hukum pajak bersama sama dengan wajib pajak dan objek pajak. Keberadaan tarif pajak diperuntukkan untuk digunakan dalam rangka menghitung pajak yang terutang. Sekalipun tarif pajak digunakan untuk mengetahui jumlah pajak yang terutang, tidak berarti mengesampingkan fungsi hukum pajak berupa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Tarif pajak dalam berbagai jenis pajak tidak selalu sama, bergantung pada konteks pengaturannya dalam undang-undang pajak masing-masing. Dasar ini menyebabkan tercipta pula berbagai tarif pajak yang terkandung dalam hukum pajak, kadangkala tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Walaupun tidak dapat dibedakan, tarif pajak merupakan pranata hukum sebagai alat kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk mengatasi atau mencegah suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan kerugian dalam melaksanakan pemerintahan.

Tarif pajak yang tercantum dalam undang-undang pajak memiliki empat fungsi tergantung pada situasi dan kondisi penerapannya sebagai berikut
1. Alat Politis
Tarif pajak dengan fungsi sebagai alat politis, kadangkala digunakan dalam kampanye pemilihan umum dalam bentuk janji jani politikus bila terpilih menjadi presiden. Berupaya untuk menurunkan atau memberi keringanan pajak kepada warga Negara atau kepada penduduk dalam Negara dalam masa pemrintahannya.
2. Alat pendorong perekonomian
Tarif pajak yang berfungsi sebagai alat pendorong di bidang perekonomian berupaya agar wajib pajak dapat secara bebasmelakukan ekspor ke luarnegeri agar mampu bersaing dengan pengusaha di luar negeri.
3. Alat penunjang pembangunan
Pembangunan yang diadakan selama ini tidak hanya terfokus pada kota kota maju melainkan dilaksanakan pula pada daerah-daerah terpencil dalam wilayah hukum Indonesia. Ketika ada pengusaha melakukan investasi di daerah terpencil, kepadanya diberikan fasilitas perpajakan dalam jangka waktu tertentu. Dalam arti, pengusaha itu tidak dikenakan pajak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang pajak.
4. Alat pencegahan
Pemerintah pusat atau pemerintah daerah berupaya member kenyamanan kepada warganya dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu tarif pajak yang bersifat tinggi untuk mencegah perbuatan yang dapat merugikan.
Keempat fungsi tarif pajak tersebut , dalam perkembangannya dapat berubah berdasarkan kemanfaatan pada saat itu. Hal ini bergantung pada kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk member keadilan kepada warganya. Perubahan itu harus dilakukan berdasarkan undang-undang pajak sebagai bentuk perwujudan dari kepastian hukum.

Dalam berbagai literatur perpajakan dikenal lima macam tarif pajak yakni tarif tetap (fixed rate), tarif proporsional (proportional rate), tarif progresif (progressive rate), tarif regresif (regressive rate) dan tarif degresif (degressive rate), yang dipahami sebagai berikut:
a. Tarif tetap adalah tarif yang jumlah pajaknya dalam rupiah (atau dollar) bersifat tetap walaupun Objek Pajaknya jumlahnya berbeda-beda. Misalnya tarif Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985. Jumlah Bea Meterai atas kuitansi atau tanda terima uang di atas Rp 1.000.000,- adalah Rp 6.000,- Walaupun uang yang diterima besarnya Rp 100.000.000,- atau Rp 10.000.000.000,- dan seterusnya, jumlah Bea Meterai yang terutang tetap Rp 6.000,-
b. Tarif proporsional adalah tarif yang prosentasenya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Misalnya tarif PPN 10% atas Rp 100.000,- 10% atas Rp 50.000.000,- 10% atas Rp 10.000.000.000,-
c. Tarif Pajak yang bersifat progresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, maka makin tinggi pula prosentase tarif pajaknya. Misalnya tarif Pajak Pendapatan tahun 1944, Tarif Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
d. Tarif Pajak Regresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajak, maka makin rendah prosentase tarifnya.
e. Tarif Pajak Degresif adalah tarif pajak yang apabila objek pajaknya makin tinggi, maka makin rendah tarifnya. Tarif ini pernah berlaku untuk Bea Warisan. Makin tinggi warisan yang akan diterima oleh ahli waris, maka tarif bea atau pajak atas warisan makin kecil.

Pajak penghasilan selama ini menggunakan tarif pajak yang berjenjang dan bahkan memberi klarifikasi antara wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan wajib pajak badan dalam negeri. Pengaturan tarif pajak berjenjang dan pengklasifikasian wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan wajib pajak dalam negeri diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Hal ini bertujuan agar wajib pajak penghasilan dapt mengetahui keberadaannya terkait dengan penerapan tarif pajak penghasilan. 

Tarif pajak penghasilan yang berjenjang pada hakikatnya disebabkan karena wajib pajak penghasilan memiliki lapisan kena pajak yang berbeda beda. Tarif pajak penghasilan yang berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagai berikut :
• Sampai dengan lima puluh juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar lima persen
• Di atas lima puluh juta rupiah sampai dengan dua ratus lima puluh juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar dua puluh lima persen
• Di atas dua ratus lima juta rupiah sampai dengan lima ratus juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar tiga puluh persen

Tarif pajak penghasilan sebesar tiga puluh persen merupakan tarif tertinggi sehingga dapat mengalami perubahan dalam bentuk diturunkan menjadi paling rendah dua puluh lima persen. Penurunan tarif pajak penghasilan itu dilakukan oleh pemerintah karena memperoleh pendelegasian wewenang untuk menurunkannya. 

Sementara itu tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa deviden yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sepuluh persen dan bersifat final. Penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2c) tidak dapat dikelompokkan ke dalam penghasilan yang dapat dieknakan pajak penghasilan berdasarkna Pasal 17 ayat (1) huruf a, karena sumber penghasilan yang membedakan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri dalam memenuhi kewajibannya. 

Kemudian tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar dua puluh delapan persen. Akan tetapi, tarif pajak penghasilan terhadap penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat diubah menjadi dua puluh lima persen yang mulai berlaku pada tahun pajak 2010. Dengan demikian, perubahan pengenaan tarif pajak penghasilan pada tahun 2010 tidak berlaku terhadap penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri. 

Lain halnya, terhadap wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit empat puluh persen dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi syarat lainnya dapat memperoleh tarif sebesar lima persen lebih rendah daripada tarif sebesar dua puluh delapan persen dan dua puluh lima persen. Pengecualian yang diperuntukkan kepada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2b) UU PPh diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. 

Dalam rangka pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri diterapkan tarif pajak penghasilan sebagaimana yang diatur pada Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah. 

Terhadap penghasilan yang diatur pada Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh, berupa diveden, bunga, royalty, dan hadiah, penghargaan, bonus, bonus, dan sejenis, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar lima belas persen dari jumlah bruto. Sementara itu, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar dua persen dari jumlah bruto atas :
1. Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan
2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh. 

Atas penghasilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, dipotong pajak sebesar dua puluh persen dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayar. Penghasilan itu adalah sebagai berikut :
a. Diveden
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan utang

Apabila disimak secara mendalam tarif pajak yang berlaku untuk pajak penghasilan, diketahui bahwa tarif pajak yang dianut adalah tarif progresif absolute sebagaimana pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Daftar Pustaka

Buku :
Muhammad Djafar Saidi, 2010, Pembaharuan Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Muhammad Rusjdi, 2003, KUP Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Jakarta, PT Indeks
Internet :
Blogpajakindonesia.blogspot.com
sudiartahanunud.blogspot.com
Wikipedia.org

Komentar

Postingan Populer